Selasa, 10 Desember 2013

PENELITIAN [Alginat]



KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM KARBONAT (Na2CO3) DAN JENIS BAHAN PEMUCAT DALAM EKSTRAKSI RUMPUT LAUT Sargassum sp TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG ALGINAT
[Effect consentration of N­­a2CO3 and type of bleaching in the extraction of the seaweed Sargassum sp to characteristic alginate flour]

Neneng Suliasih, Hervelly dan Lina

Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Bandung.

Abstrack
The purpose of this research was to study effect consentration of N­­a2CO3 and type of bleaching in the extraction of the seaweed Sargassum sp to characteristic alginate flour. This research benefit is to improve the utilization of seaweed Sargassum sp optimally, can develop alginate processing (extraction) of seaweed Sargassum sp so as to reduce imports of alginate flour and can provide the right kind of information bleaching qualified to produce alginate flour.
The experiments were used factorial 4x3 randomized block disign (RAK) with two replication with followed by ANAVA calculation and Duncan test. This research conducted to determines effect consntration of Na2CO3 1%, 1,5%. 2% and 2,5%, and determine effect type of bleaching sodium hypoclorite 4%, calcium hypoclorite 4% and hydrogen peroxide 4%. The chemical analysis has been done to water content, ash content and whitness. The physics analysis was including to yield and viscosity.
The results of preliminary research the selected extraction time is time of extraction as 1 hour with water content 13,04%, ash content 28,76%, and yield 13,23%. The selected sample of the main research is sampel a4b3 (consentration Na2CO3 2,5% and hydrogen peroxide bleaching) with water content 21,29%, ash content 26,97%, viscosity 1,94 dpas and the whitness 18,85%.


I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan panjang pantai sekitar 81.000 km, memiliki kawasan laut yang mengandung sumberdaya hayati yang sangat besar dan keanekaragaman tinggi (Dahuri, 2003). Salah satu sumberdaya hayati laut yang sangat potensial untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis tinggi adalah rumput laut (Widyastuti, 2009).
Rumput laut yang ada di Indonesia cukup banyak jenisnya sampai mencapai ratusan jenis dan terdapat 5 jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti Gracilaria dan Gelidium merupakan penghasil agar, Eucheuma dan Hypea sebagai penghasil carrageenan, serta Sargassum sebagai penghasil alginat. Salah satu rumput laut di Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis adalah Sargassum sp yang tersebar luas di perairan Indonesia, tumbuh di perairan yang terlindung dan berombak besar pada habitat batu (Atmadja dkk., 1996).
Sargassum sp sangat potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai sumber alginat, dan alginat merupakan suatu bahan yang dikandung oleh rumput laut kelas phaeophyceae (alga cokelat). Alginat banyak digunakan dan memegang peranan penting dalam industri pangan maupun non pangan. Dalam industri pangan, alginat mempunyai peranan sebagai pemelihara bentuk jaringan pada makanan yang dibekukan, penambah busa pada bir, pensuspensi dalam sirup dan penstabil es krim. Dalam industri non pangan seperti pada industri farmasi, alginat digunakan untuk pembuatan tablet, salep, kapsul dan plester, serta pada industri kosmetik digunakan untuk cream, lotion dan shampo, serta pada industri tekstil sebagai percetakan motif (Sujatmiko dkk., 1993).
Prinsip dari ekstraksi rumput laut untuk menghasilkan tepung alginat adalah dengan memasak rumput laut dalam suasana basa dengan menggunakan larutan Na2CO3 atau NaOH. Kemudian larutan alginat kasar yang diperoleh ditambahkan dengan asam mineral kuat sehingga akan membentuk endapan asam alginat. Proses pemurnian produk ini meliputi beberapa proses seperti proses penjernihan, pemucatan dan pengendapan kalsium alginat. Pada umumnya produk akhir yang dihasilkan berupa garam alginat yang dapat larut dalam air terutama natrium alginat (Junaidi, 2006).
Tepung alginat larut dalam air dingin dan panas serta membentuk larutan stabil yang disebabkan oleh tertolaknya anion karboksilat. Larutan alginat dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia. Faktor fisik antara lain suhu, konsentrasi, ukuran, polimer, dan adanya pelarut dari air destilasi. Adapun faktor kimia antara lain pH, adanya sequestran, garam monovalen dan kation polivalen (Winarno, 1996).
Bahan pemucat H2O2 diperlukan untuk menjernihkan ekstrak dan selulosa yang terdapat pada bagian atas dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Sifat hidrogen peroksida memiliki kecenderungan yang kuat untuk membebaskan oksigen, maka bahan ini bisa digunakan untuk reaksi oksidasi. Dekomposisi menjadi H2O dan O2 terjadi paling cepat dalam larutan basa
(Junaidi, 2006).

1.2. Identifikasi Masalah
Ditinjau dari latar belakang penelitian, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1.    Apakah konsentrasi larutan Na2CO3 yang berbeda dalam ekstraksi rumput laut berpengaruh terhadap karakteristik tepung alginat.
2.    Apakah jenis bahan pemucat dalam ekstraksi rumput laut berpengaruh terhadap karakteristik tepung alginat.
3.    Apakah interaksi konsentrasi larutan Na2CO3 dan jenis bahan pemucat yang berbeda dalam ekstraksi rumput laut berpengaruh terhadap karakteristik tepung alginat.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi Na­2CO3 dan jenis bahan pemucat yang tepat dalam mengektraksi rumput laut Sargassum sp terhadap karakteristik tepung alginat.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah meningkatkan pemanfaatan rumput laut sargassum sp secara optimal, dapat mengembangkan proses pengolahan tepung alginat (ekstraksi) dari rumput laut sargassum sp sehingga dapat mengurangi impor tepung alginat serta dapat memberikan informasi jenis pemucat yang tepat untuk menghasilkan tepung alginat yang berkualitas.
1.5.Kerangka Pemikiran
Tepung alginat merupakan senyawa polisakarida yang dihasilkan dari ekstraksi rumput laut kelas Phaephyceae yang berbentuk asam alginik. Asam alginik adalah getah selaput, sedangkan alginat adalah bentuk garam dari asam alginik (Afrianto dkk., 1987).
Proses pemisahan tepung alginat dari rumput laut dapat dilakukan dengan cara ekstraksi. Ali (2001) di dalam Yulianto (2007) menyatakan, ada 20 cara untuk mengekstraksi alginat dari berbagai jenis alga coklat. Di Indonesia ekstraksi alginat pada tahap konversi dari asam alginat menjadi alginat dilakukan dengan menambahkan senyawa kimia yang berbeda-beda. Proses ekstraksi rumput laut dilakukan dalam suasana basa yang bertujuan untuk memisahkan selulosa dari alginat. Bahan pengekstrak yang dapat digunakan adalah Na2CO3 dan NaOH. Konsentrasi Na2CO3 yang tinggi yatu 3 sampai 5% dapat menurunkan rendemen dan viskositas produk Proses pemanasan selama ekstraksi tidak hanya membuat proses ekstraksi lebih cepat tetapi juga mengekstrak bobot molekul alginat yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan rendemen dan viskositas produk (Junaidi, 2006).
Hal ini dipertegas oleh Wikanta dkk., (1996) yang menyatakan dalam mengekstraksi alginat, dengan semakin besar penggunaan konsentrasi Na2CO3 seharusnya rendemen semakin tinggi. Karena sebagai garam basa, Na2CO3 banyak melarutkan alginat dan mengubahnya menjadi natrium alginat. Tetapi jika konsentrasi Na2CO3 terlalu tinggi, polimer alginat akan terdegradasi. Proses pemanasan selama ekstraksi tidak hanya membuat proses ekstraksi lebih cepat, tetapi dapat juga mengekstrak bobot molekul alginat yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan rendemen dan viskositas produk.
Siswanti (2002), mengekstraksi rumput laut coklat jenis sargassum sp untuk menghasilkan alginat menggunakan Na2CO3 1% pada suhu 700C selama 2 jam, dilakukan pemutihan menggunakan NaClO 2% selama 30 menit, diendapkan dengan HCl 4% hingga pH 2,8, diendapkan dengan Na2CO3 8% hingga pH 9, dimurnikan dengan menggunakan isopropanol dan dikeringkan dengan suhu 600C menghasilkan rendemen sebesar 19%, kadar air 8,65%, kadar abu 43,01%, dan viskositas sebesar 86,8 cp.
Junianto (2006), dalam menghasilkan alginat dengan mengekstraksi rumput laut coklat jenis sargassum sp menggunakan Na2CO3 2% pada suhu 600C selama 2 jam, dilakukan perendaman dengan HCl 0,33% selama 1 jam, dipucatkan dengan larutan NaOCl 12% selama 30 menit, lalu diendapkan dengan HCl 10% sampai pH 2-3, dan diendapkan lagi dengan menggunakan NaOH 10% hingga pH 9 yang kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 400C selama 6 jam menghasilkan rendemen sebesar 7,92%, kadar air 12,36%, dan kadar abu sebesar 11,18%.
Rasyid (2010), mengekstraksi rumput laut coklat jenis sargassum echinocarphum untuk menghasilkan alginat dengan menggunakan Na2CO3 4% pada suhu 600C selama 1,5 jam, dipucatkan menggunakan larutan H2O2 25% selama 15 menit, diendapkan dengan HCl 5% hingga pH 2, dan diendapkan lagi dengan  NaOH 10% hingga pH 7-9, endapan tersebut dimurnikan menggunakan isopropil alkohol 95% dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 500C menghasilkan rendemen sebesar  17,07%, kadar air 14,97%, dan viskositas sebesar 6.100 cps.
Murtini dkk (2000) di dalam Yulianto (2007), menyatakan ekstraksi alginat dari rumput laut coklat jenis Sargassum ilicifolium dengan larutan NaOH 10% menghasilkan rendemen sebesar 12,9-19,2% dengan viskositas 9-25 cPs. Satari (1998) di dalam Junaidi (2006), memperoleh alginat dengan mengekstraksi rumput laut coklat sargassum sp dengan larutan Na2Cl3 10% menghasilkan rendemen 23,70% dan viskositas 70 cps.
Proses pembuatan alginat yang dilakukan oleh Darmawan, dkk (2006), dalam mengekstraksi rumput laut coklat jenis sargassum filipendula dengan menggunakan larutan Na2CO3 2% pada suhu 650C selama 60 menit diperoleh rendemen sebesar 4,2%, kadar air 14%, kadar abu 23,8%, dan viskositas 981 cps.
1.6.Hipotesa Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diambil hipotesis yaitu konsentrasi larutan Na2CO3, jenis bahan pemucat dan interaksi keduannya berpengaruh terhadap karakteristik tepung alginat.
1.7.Waktu dan Tempat Penelitian
nelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan Bandung dan waktu penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2012 sampai dengan selesai.
II BAHAN, ALAT DAN
METODE PENELITIAN
2.1. Bahan dan Alat Penelitian
2.1.1. Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung alginat adalah rumput laut kering jenis Sargassum sp dari surabaya, air, HCl 0,5% (b/v), NaOH 0,5% (b/v), NaOCl 4% (v/v), Ca(OCl)2 4% (b/v), H2O2 4% (v/v), Na2CO3 b/v (1%, 1,5%, 2%, dan 2,5%), dan Isopropil alkohol (IPA) 98%.
2.1.2. Alat-Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung alginat adalah blender, baskom, pH meter, pengaduk, termometer, timbangan analitik, plastik, penangas air, panci, batang pengaduk, sendok, kain saring, dan gelas ukur. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah labu ukur, tunnel dryer, oven, desikator, cawan porselin, cawan petri, viskometer dan whiteness meter.
2.2. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan di bagi dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
2.2.1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan waktu ekstraksi yang tepat untuk digunakan sebagai acuan pada penelitian utama. Waktu ekstraksi yang dilakukan yaitu 1 jam, 1,5 jam dan 2 jam. Respon pada penelitian pendahuluan adalah analisis kimia dan fisik. Analisis kimia yang di uji terhadap tepung alginat yang dihasilkan meliputi kadar air dengan metode gravimetri (AOAC, 1995) dan kadar abu metode gravimetri (AOAC, 1995). Analisis fisik yang dilakukan yaitu penentuan rendemen tepung alginat untuk memilih perlakuan yang tepat. Rendemen tepung alginat dihitung berdasarkan rasio antara berat tepung alginat yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering yang digunakan.
2.2.2. Penelitian Utama
2.2.2.1. Rancangan Perlakuan
Perlakuan yang akan dilakukan pada penelitian ini terdiri dari dua faktor yaitu konsentrasi larutan Na2CO3 dengan 4 taraf yaitu a1 = 1%, a2 = 1,5%, a3 = 2%, dan a4 = 2,5% dan jenis bahan pemucat yang terdiri dari 3 taraf yaitu b1 = Natrium Hipoklorit (NaOCl), b2 = Kalsium Hipoklorit (Ca(OCl)2), dan b3 = Hidrogen Peroksida (H2O2).
2.2.2.2. Rancangan Percobaan
Model rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 4 x 3 sebanyak 2 kali ulangan untuk setiap kombinasi perlakuan.

Yijk= µ + Kk + Ai + Bj + (AB)ij + εijk
Dimana :
Yijk  = Pengamatan pada perlakuan konsentrasi ekstraksi Na2CO3 ke-i, jenis      bahan pemucat ke-j, dan ulangan ke-k
m          = Pengaruh rata-rata sebenarnya
Ai    =Pengaruh perlakuan konsentrasi Na2CO3 ke-i
Bj    = Pengaruh jenis bahan pemucat ke-j
(AB)ij = pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat
dijk   = Pengaruh galat pada perlakuan perbandingan konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat dengan filtrat, ulangan ke-k
K    = Banyaknya ulangan
i      = 1,2,3,4 (banyaknya konsentrasi Na2CO3 [a1, a2, a3, a4])
j      = 1,2,3 (jenis bahan pemucat dengan filtrat [b1, b2, b3])
2.2.2.3. Rancangan Analisis
Adapun analisis variansi (ANAVA) pengaruh konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat dalam ekstraksi rumput laut terhadap karakteristik tepung alginat dapat dilihat pada Tabel 7.



Tabel 7. Analisis Variansi (ANAVA) Pengaruh Konsentrasi Na2CO3 dan Jenis Bahan Pemucat Dalam Ekstraksi Rumput Laut Terhadap Karakteristik Tepung Alginat
Sumber
Variansi
Derajat Bebas
(dB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
F Hitung
F Tabel
5%
Kelompok
Ulangan
Faktor A
Faktor B
Interaksi AB
Galat
(r-1)

(a-1)
(b-1)
(a-1)(b-1)
(r-1)(ab-1)
JKK

JK (A)
JK (B)
JK (AB)
JKG
KTK

KT (A)
KT (B)
KT(AB)
KTG


KT(A)/KTG
KT(B)/KTG KT(AB)/KTG

Total
abr-1
JKT



Sumber : Gaspers, 1995


Data diatas dapat dibuat tabel analisis variansi (ANAVA), selanjutnya ditentukan daerah penolakan hipotesis, yaitu :
a. Hipotesis diterima jika F hitung > F tabel apabila karakteristik tepung alginat  dipengaruhi oleh konsentrasi natrium karbonat (Na2CO3), Jenis bahan pemucat dan interaksi keduanya maka perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui sejauh mana perbedaan dari masing-masing perlakuan.
b. Hipotesis ditolak jika F hitung < F tabel apabila karakteristik tepung alginat tidak dipengaruhi oleh konsentrasi natrium karbonat (Na2CO3), Jenis bahan pemucat dan interaksi keduanya maka tidak perlu dilakukan uji lanjut.
2.2.2.4. Rancangan Respon
Analisis yang di uji terhadap tepung alginat yang dihasilkan meliputi :
1.    Analisis Kimia
Analisis kimia yang di uji terhadap tepung alginat yang dihasilkan meliputi analisis kadar air dengan metode gravimetri (AOAC, 1995), kadar abu metode gravimetri (AOAC, 1995) dan uji derajat putih metode whiteness tester.
2.    Analisis fisik
Analisis fisik yang di uji terhadap tepung alginat meliputi uji rendemen (FMC corp, 1977) dan viskositas (FMC corp, 1977).
2.3.  Deskripsi Penelitian
Proses pembuatan tepung alginat adalah sebagai berikut :
1.        Persiapan Bahan Baku
Persiapan bahan baku diawali dengan pemilihan rumput laut berdasarkan bentuk dan jenisnya yaitu dari rumput laut coklat kering jenis Sargassum sp. Rumput laut jenis Sargassum sp disiapkan dan dilakukan penimbangan sebanyak 200 g untuk 1 kali percobaan. Setelah ditimbang, rumput laut tersebut kemudian dicuci dengan menggunakan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang mungkin masih menempel pada bahan baku seperti pasir dan batu-batu kerikil serta untuk menghilangkan bau amis.
2.        Perendaman I
Bahan baku yang sudah ditimbang dan dibersihkan dari kotoran-kotoran kemudian direndam dalam larutan HCl 0,5% sebanyak 2 liter selama 2 jam sehingga dapat melarutkan garam-garam mineral dan zat warna, melunakkan tekstur rumput laut serta sebagai pelarut partikel-partikel pengotor yang masih tersisa sehingga rumput laut menjadi bersih.
3.        Perendaman II
Bahan baku yang telah direndam dalam HCl 0,5% kemudian direndam dengan menggunakan larutan NaOH 0,5% sebanyak 2 liter selama 1 jam. Tujuan dilakukan perendaman dengan penambahan NaOH 0,5% adalah untuk menetralkan rumput laut setelah direndam dalam HCl 0,5%, juga untuk memperlunak tekstur rumput laut sehingga memudahkan alginat terekstraksi.
4.        Pemotongan
Rumput laut yang telah direndam dengan menggunakan HCl 0,5% kemudian dilakukan pemotongan menggunakan pisau hingga ukuran rumput laut menjadi lebih kecil. Hal ini bertujuan untuk mempermudah alginat terekstrak dari rumput laut.
5.        Ekstraksi
Rumput laut kemudian diekstraksi dengan cara direbus dalam larutan Na2CO3 sebanyak 2 liter dengan suhu 600C. Konsentrasi Na2CO3 yang digunakan pada penelitian utama yaitu 1%, 1,5%, 2% dan 2,5%. Waktu ekstraksi ditentukan pada perlakuan terpilih dalam penelitian pendahuluan.
6.        Filtrasi
Hasil dari ekstraksi kemudian di saring dengan mengunakan kain saring yang bertujuan untuk memisahkan padatan dari cairannya. Selain itu, proses ini juga dilakukan untuk memisahkan alginat dengan kotoran yang mungkin masih ada.
7.        Pemucatan
Filtrat yang yang dihasilkan kemudian di pucatkan dengan penambahan bahan pemucat. Bahan pemucat yang digunakan yaitu H2O2, NaOCl, dan Ca(OCl)2 dengan konsentrasi masing-masing 4% sebanyak 400 ml selama 30 menit. Pemucatan ini dinyatakan baik jika dihasilkan tepung alginat yang berwarna putih.
8.        Pengendapan I
Hasil pemucatan kemudian diendapkan dengan pelarut asam HCl yang ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk untuk membentuk asam alginat. Pelarut yang digunakan untuk mengendapkan asam alginat yaitu HCl dengan perbandingan 1:1 dengan pengendapan selama 30 menit dan diatur pH 2-3.
9.        Pengendapan II
Endapan asam alginat kemudian diendapkan dengan larutan alkali Na2CO3 untuk membentuk natrium alginat. Penambahan Na2CO3 dilakukan dengan perbandingan 1:1 dengan pengendapan selama 30 menit dan diatur pH 7-9.10.    Pemurnian dan Penyaringan
Larutan yang telah terbentuk natrium alginat kemudian dilakukan pemurnian dengan cara menarik alginat dengan menggunakan isopropil alkohol. Perbandingan penambahan isopropil alkohol kedalam filtrat adalah 2:1 (isopropyl alkohol : filtrat) yang ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dan didiamkan hingga alginat naik kepermukaan. Setelah itu, dilakukan penyaringan untuk memisahkan padatan alginat dengan cairannya.
11.    Penyaringan
Alginat yang telah naik kepermukaan kemudian dilakukan penyaringan menggunakan kain saring untuk memisahkan padatan alginat dengan cairan sehingga dihasilkan alginat kering.

12.    Pengeringan
Serat yang dihasilkan kemudian dikeringkan dengan cara dituangkan kedalam loyang secara merata dan dimasukkan kedalam tunnel dryer. Suhu pengeringan dilakukan pada suhu 550C selama 5 jam.
13.    Penggilingan dan Pengayakan
Bahan yang telah dikeringkan kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender. Setelah diblender hingga menjadi partikel yang halus kemudian diayak menggunakan pengayakan dengan ukuran 80 mesh sehingga didapatkan tepung alginat murni. Diagram alir penelitian pendahuluan dan penelitian utama dapat dilihat pada gambar berikut ini :

III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah menetapkan waktu ekstraksi rumput laut sargassum sp dalam pembuatan tepung alginat. Waktu ekstraksi yang dicobakan yaitu 1 jam, 1,5 jam, dan 2 jam. Untuk memilih waktu ekstraksi yang tepat, respon yang dianalisis adalah rendemen tepung alginat yang dihasilkan, kadar air, dan kadar abu yang sesuai dengan standar Food Chemistry Codex tahun 1981.
3.1.1. Rendemen Tepung Alginat
Rendemen tepung alginat merupakan perbandingan antara tepung alginat yang dihasilkan dengan rumput laut kering yang digunakan dinyatakan dalam %b/b, dan rendemen tepung alginat yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rendemen Tepung Alginat yang di Ekstraksi dari Rumput Laut dengan Waktu Yang Berbeda
Waktu Ekstraksi (jam)
Rata-Rata Rendemen Alginat (%)
a3 (2 jam)
9,33   a
   a2 (1,5 jam)
11,53  b
a1 (1jam)
13,23  c
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda di dalam kolom menyatakan berbeda nyata pada taraf 5%.
Data pada Tabel 8 menunjukkan waktu ekstraksi rumput laut selama 1 jam, 1,5 jam dan 2 jam memberikan rendemen tepung alginat yang dihasilkan berbeda nyata antar perlakuan, dimana rendemen alginat dengan waktu ekstraksi 1 jam lebih tinggi daripada waktu ekstraksi 1,5 jam dan 2 jam. Hal ini disebabkan semakin  lama waktu ekstraksi mengakibatkan alginat yang larut didalam pelarut makin banyak, tetapi dengan adanya pemanasan selama ekstraksi mengakibatkan alginat akan terurai menjadi senyawa lain. Keadaan ini mengakibatkan rendemen alginat yang dihasilkan menjadi berbeda. Selain itu lamanya waktu ekstraksi juga mengakibatkan larutan hasil ekstraksi menjadi kental dengan adanya pemasakan yang relatif lama. Larutan yang kental ini apabila dipisahkan dengan penyaringan mengakibatkan banyaknya alginat yang tertahan diatas saringan bersama ampas, sehingga rendemen alginat dengan waktu ekstraksi yang lama akan menghasilkan rendemen alginat lebih sedikit.
Menurut standar Food Chemical Codex (FCC) tahun 1981, rendemen alginat yang dihasilkan adalah >18%, hasil percobaan rendemen yang diperoleh <18%.
3.1.2. Kadar Air Tepung Alginat
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persentase. Kadar air dapat mempengaruhi mutu, terutama karena berhubungan erat dengan dengan daya awet bahan selama penyimpanan. Kadar air yang tinggi dapat menimbulkan kerusakan bahan, oleh karena itu kadar air harus dapat ditekan sehingga dapat awet selama penyimpanan (Winarno, 1996). Kadar air tepung alginat yang dihasilkan pada percobaan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9.  Kadar Air Tepung Alginat yang di Ekstraksi dari Rumput Laut dengan Waktu Yang Berbeda
Waktu Ekstraksi (jam)
Rata-Rata Kadar Air (%)
a1 (1jam)
13,04   a
   a2 (1,5 jam)
15,60  ab
a3 (2 jam)
17,54   b
Keterangan :  Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda di dalam kolom menyatakan berbeda nyata pada taraf 5%.
Data pada Tabel 9 menunjukkan waktu ekstraksi rumput laut selama 1 jam dan 1,5 jam memberikan kadar air tepung alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan pada waktu ekstraksi rumput laut, alginat keluar dari dinding sel rumput laut sehingga alginat tidak banyak mengikat air saat proses pemasakan rumput laut. Keadaan ini mengakibatkan kadar air alginat yang dihasilkan tidak berbeda antar perlakuan.
Waktu ekstraksi rumput laut selama 1,5 jam dan 2 jam memberikan kadar air tepung alginat yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan pada waktu ektraksi rumput laut menghasilkan filtrat alginat yang terlalu kental sehingga alginat akan mengikat air karena alginat memiliki sifat hidrofilik sehingga semakin lama waktu ekstraksi maka semakin banyak air yang terjebak dalam alginat. Selain itu pada saat pemanasan tepung alginat terjadi proses air bebas menjadi air terikat sehingga pada saat diuapkan air yang terdapat dalam alginat akan terjebak dan mengakibatkan kadar air alginat menjadi tinggi.
Waktu ekstraksi rumput laut selama 1 jam dan 2 jam memberikan kadar air alginat yang dihasilkan berbeda nyata, dimana kadar air alginat dengan waktu ekstraksi 1 jam lebih rendah daripada waktu ekstraksi 1,5 jam dan 2 jam. Hal ini disebabkan pada waktu ekstraksi rumput laut selama 1 jam, alginat yang terekstraksi akan lebih banyak keluar dari dinding selulosa rumput laut dan pada ekstraksi rumput laut dengan waktu 1 jam, alginat tidak akan banyak mengikat air saat pemasakan berlangsung sehingga kadar air yang dihasilkan akan rendah karena saat pengeringan berlangsung uap air akan keluar lebih cepat dibandingkan dengan waktu ekstraksi 1,5 jam dan 2 jam.
Tingginya kadar air alginat juga mungkin disebabkan pada saat proses perendaman rumput laut sebelum proses ekstraksi. Perendaman akan menyebabkan makin lunaknya dinding sel rumput laut. Pelunakan dinding sel ini menyebabkan makin banyaknya bahan-bahan alginat yang keluar dari jaringan rumput laut pada saat ekstraksi, termasuk mineral yang ada dalam jaringan rumput laut. Sebagian air terperangkap dalam matriks alginat yang dikeringkan sehingga kadar air masih relatif tinggi (Yunizal, 2004).
Menurut standar Food Chemistry Codex (FCC) tahun 1981, kadar air yang disarankan untuk tepung alginat adalah < 15%, hasil percobaan penelitian pendahuluan kadar air yang dihasilkan < 15% adalah pada perlakuan waktu ekstraksi 1 jam sebesar 13,04%.
3.1.3. Kadar Abu Tepung Alginat
Abu merupakan bahan tersisa hasil pembakaran yang merupakan zat-zat anorganik berupa mineral. Hal tersebut terjadi karena proses pembakaran pada pengukuran kadar abu menyebabkan zat-zat organik pada bahan akan terbakar dan menyisakan abu. Rumput laut merupakan bahan yang kaya akan mineral seperti Na, K, Ca, dan Mg. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam tepung alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum sp. Kadar abu tepung alginat rumput laut yang dihasilkan dari percobaan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Kadar Abu Tepung Alginat yang di Ekstraksi dari Rumput Laut dengan Waktu Yang Berbeda
Waktu Ekstraksi (jam)
Rata-Rata Kadar Abu (%)
a1 (1jam)
28,76  a
a3 (2 jam)
31,02  a
   a2 (1,5 jam)
32,40  a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama di dalam kolom menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
Data pada Tabel 10 menunjukkan waktu ekstraksi rumput laut selama 1 jam, 1,5 jam dan 2 jam memberikan kadar abu tepung alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan kadar abu alginat dipengaruhi oleh kandungan garam mineral yang terdapat dalam alginat yang diperoleh pada saat ekstraksi rumput laut dan juga penambahan larutan seperti Na2CO3. Keadaan ini mengakibatkan kadar abu alginat yang dihasilkan antar perlakuan menjadi tidak berbeda.
Secara teknis tingginya kadar abu juga berasal dari mineral yang berasal dari sisa-sisa batu karang dan lumpur yang masih melekat pada rumput laut karena pencucian yang kurang bersih sehingga terbawa pada saat ekstraksi berlangsung. Penggunaan bahan pemucat (Ca dan Na) yang ditambahkan dalam proses pemucatan juga dapat menambah kadar abu pada alginat yang dihasilkan menjadi tinggi (Junaidi, 2006).
Kadar abu merupakan salah satu kriteria yang menentukan mutu dari tepung alginat yang dihasilkan. Kadar abu tepung alginat hasil ekstraksi rumput laut disebabkan rumput laut sargassum sp yang tumbuh diperairan pantai dipengaruhi oleh baik buruknya air laut karena polusi (Winarno, 1996).
Menurut standar Food Chemistry Codex (FCC) tahun 1981, kadar abu alginat yang diperbolehkan antara 18–27%. Hasil percobaan penelitian pendahuluan kadar abu alginat yang dihasilkan > 27%.
Hasil penelitian pendahuluan waktu ekstraksi rumput laut yang terpilih sehingga dapat digunakan pada penelitian utama yaitu pada perlakuan waktu ekstraksi 1 jam, hal ini karena rendemen alginat yang dihasilkan lebih tinggi yaitu sebesar 13,23% dan kadar air alginat yang dihasilkan lebih rendah yaitu sebesar 13,04%.
3.2. Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium karbonat dan jenis bahan pemucat, serta interaksinya terhadap karakteristik alginat yang dihasilkan. Analisis yang dilakukan adalah analisis fisika meliputi uji rendemen dan uji viskositas serta analisis kimia yang meliputi kadar air, kadar abu dan derajat putih.
3.2.1. Rendemen Tepung Alginat
Hasil analisis variansi pengaruh konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat dalam pembuatan alginat memperlihatkan konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat memberikan pengaruh terhadap rendemen alginat yang dihasilkan, sedangkan interaksi konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat tidak memberikan pengaruh terhadap rendemen alginat yang dihasilkan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 27, lampiran 3.
Hasil uji jarak berganda Duncan’s pengaruh konsentrasi Na2CO3 terhadap rendemen alginat yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Pengaruh Konsentrasi Natrium Karbonat (A) Terhadap Rendemen Tepung Alginat
Konsentrasi Natrium Karbonat
Rata-Rata Rendemen Alginat (%)
a1 (1%)
8,30   a
   a2 (1,5%)
8,95   a
a3 (2%)
13,81  b
   a4 (2,5%)
16,85  c
Keterangan : Angka yang diikuti oeh huruf kecil yang berbeda di dalam kolom menyatakan berbeda nyata pada taraf 5%.
Data pada Tabel 11 menunjukkan konsentrasi natrium karbonat pada perlakuan a1 dan a2 memberikan rendemen alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan pada konsentrasi Na2CO3 1 % dan 1,5% yang digunakan rendah sehingga tidak mempengaruhi rendemen alginat yang dihasilkan karena kemampuan Na2CO3 sebagai garam basa tidak banyak melarutkan alginat dari rumput laut ke dalam pelarut.
Perlakuan a1, a2 memberikan rendemen alginat yang dihasilkan berbeda nyata dengan perlakuan a3 dan a4, dimana rendemen alginat a3 dan a4 lebih besar daripada rendemen alginat a1 dan a2. Hal ini disebabkan makin tingginya konsentrasi Na2CO3 yang digunakan seperti pada konsentrasi 2,5% mengakibatkan banyaknya alginat yang keluar dari jaringan rumput laut dan larut bersama pelarut Na2CO3, dengan begitu rendemen alginat yang dihasilkan semakin banyak. Semakin rendah konsentrasi Na2CO3 yang digunakan pada ekstraksi rumput laut dapat mengakibatkan garam basa pada Na2CO3 tidak dapat melarutkan garam mineral yang terdapat dalam rumput laut sehingga pada saat ekstraksi berlangsung rendemen alginat yang dihasilkan rendah (Melala, 2000).
Wikanta dkk (1996), juga menyatakan bahwa dalam mengekstraksi alginat, dengan semakin besar penggunaan onsentrasi Na2CO3 maka rendemen alginat yang dihasilkan tinggi. Karena sebagai garam basa, Na2CO3 banyak melarutkan alginat dan mengubahnya menjadi garam natrium alginat. Tetapi, jika konsentrasi Na2CO3 terlalu tinggi, polmer alginat akan terdegradasi. Proses pemanasan selama ekstraksi tidak hanya membuat proses ekstraksi lebih cepat, tetapi dapat juga mngekstrak obot molekul alginat yang lebh tinggi sehingga dapat meningkatkan rendemen dan viskositas alginat.
Yunizal (2004), menyatakan bahwa tingginya rendemen alginat bisa disebabkan oleh tingginya kadar air, dan kadar abu alginat. Hal ini juga ada hubungannya dengan jaringan selulosa pada rumput laut yang menjadi lunak pada saat ekstraksi rumput laut dengan pelarut yang konsentrasinya berbeda sehingga menghasilkan rendemen alginat yang berbeda pula. Winarno (1996), menyatakan bahwa Na2CO3 yang bersifat garam basa, baik dalam melarutkan alginat.
Widyastuti (2009), juga menyatakan bahwa tinggi rendahnya rendemen alginat tergantung dari jenis, kondisi tempat tumbuh dan iklim. Ditambahkan oleh Susanto dkk (2001), rendemen alginat juga dipengaruhi oleh habitat (intensitas cahaya, besar atau kecilnya ombak dan nutrisi perairan).
Menurut standar Food Chemical Codex (FCC) tahun 1981, rendemen alginat yang dihasilkan adalah >18%, hasil percobaan rendemen pada peneltian utama yang diperoleh <18%.
Hasil uji jarak berganda Duncan’s pengaruh jenis bahan pemucat terhadap rendemen alginat yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Pengaruh Jenis Bahan Pemucat (B) Terhadap Rendemen Tepung Alginat
Jenis Bahan Pemucat
Rata-Rata Rendemen Tepung Alginat (%)
b1 (Natrium hipoklorit 4%)
10,42  a
b2 (Kalsium hipoklorit 4%)
12,21  b
b3 (Hidrogen peroksida 4%)
13,31  b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang beda didalam kolom menyatakan berbeda nyata pada taraf 5%.
Data pada Tabel 12 menunjukkan jenis bahan pemucat pada perlakuan b2 dan b3 memberikan rendemen alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan konsentrasi dari masing-masing bahan pemucat kalsium hipoklorit dan hidrogen peroksida yang digunakan menyebabkan ekstrak pada alginat menjadi jernih dan selulosa alginat menjadi terapung akibat adanya perlakuan pemucatan sehingga rendemen alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata yang diakibatkan selulosa pada alginat terbawa oleh pelarut (Junaidi, 2006).
Perlakuan b2 dan b3 dengan b1 memperlihatkan rendemen alginat yang dihasilkan berbeda nyata, dimana rendemen alginat b3 lebih besar daripada rendemen alginat b1 dan b2. Hal ini disebabkan pemucatan dengan natrium hipoklorit akan mengoksidasi pigmen karotenoid yang terdapat dalam rumput laut dan juga dapat mendegradasi alginat. Alginat yang terdegradasi tidak akan menggumpal bila ditambahkan dengan HCl sehingga terjadi penurunan rendemen alginat.
Terjadinya degradasi alginat oleh bahan pemucat diperkuat oleh Junaidi (2006) yang menyatakan bahwa proses pemucatan akan menyebabkan pigmen yang terkandung dalam rumput laut teroksidasi dan terdegradasi. Konsentrasi bahan pemucat juga mempengaruhi rendemen alginat yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi bahan pemucat, retensi pigmen dalam alginat semakin rendah sehingga rendemen yang dihasilkan juga rendah. Yani (1998) menyatakan bahwa alginat yang telah terdegradasi tidak akan mengendap bila ditabahkan HCl, sehingga rendemen alginat cenderung menurun dengan meningkatnya penggunaan bahan pemucat.
Rendahnya rendemen yang dihasilkan disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada tepung alginat karena proses pemucatan dengan menggunakan natrium hipoklorit (NaOCl), kalsium hipoklorit ((Ca(OCl)2) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Junaidi, 2006).
Menurut standar mutu (Food Chemical Codex 1981) rendemen alginat adalah >18%, hasil percobaan rendemen pada penelitian utama yang diperoleh <18%.
3.2.2. Viskositas Tepung Alginat
Viskositas merupakan salah satu sifat fisik tepung alginat yang cukup penting. Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan alginat sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu.
Hasil analisis variansi pengaruh konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat dalam pembuatan alginat memperlihatkan konsentrasi Na2CO3 memberikan pengaruh terhadap viskositas alginat yang dihasilkan, sedangkan jenis bahan pemucat dan interaksi konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat tidak memberikan pengaruh terhadap viskositas alginat yang dihasilkan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 43, lampiran 3.
Hasil uji jarak berganda Duncan’s pengaruh konsentrasi Na2CO3 terhadap viskositas alginat yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Pengaruh Konsentrasi Natrium Karbonat (A) Terhadap Viskositas Tepung Alginat
Konsentrasi Natrium Karbonat
Rata-Rata Viskositas Tepung Alginat (dpas)
   a2 (1,5%)
1,05   a
a1 (1%)
1,11   a
a3 (2%)
1,69  bc
  a4 (2,5%)
1,75   c
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda didalam kolom menyatakan berbeda nyata pada taraf 5%.
Data pada Tabel 13 menunjukkan konsentrasi natrium karbonat pada perlakuan a2 dan a1 memberikan viskositas alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata antar perlakuan, begitu pula yang ditunjukkan untuk perlakuan a3 dan a4. Hal ini disebabkan pada saat ekstraksi rumput laut, konsentrasi Na2CO3 yang rendah tidak akan melepaskan aginat yang terkandung dalam rumput laut dengan baik sehingga akan menghasilkan alginat dengan bobot molekul rendah.
Perlakuan a1 dan a2 memberikan viskositas alginat berbeda nyata dengan perlakuan a3 dan a4, dimana viskositas alginat pada perlakuan a3 dan a4 lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan a1 dan a2. Hal ini disebabkan tingginya konsentrasi Na2CO3 2% dan 2,5% pada saat ekstraksi rumput laut akan meningkatkan viskositas alginat karena banyaknya alginat yang larut dalam rumput laut pada konsentrasi Na2CO3 tersebut. Meningkatnya viskositas alginat juga disebabkan karena dipengaruhi oleh pH larutan tersebut dimana semakin tinggi konsentrasi Na2CO3 maka pH larutan akan semakin basa sehingga padatan alginat yang terlarut akan semakin banyak dan viskositas alginat yang dhasilkan semakin tinggi. Hal ini dipertegas oleh juniadi (2006), yang menyatakan proses ekstraksi rumput laut dilakukan dalam suasana basa yang bertujuan untuk memisahkan selulosa dari alginat.konsentrasi Na2CO3 yang tinggi yaitu 2 – 5% dapat menurunkan rendemen dan viskositas alginat. Proses pemanasan ekstraksi tidak hanya membuat proses ekstraksi lebih cepat tetapi juga dapat mengekstraksi bobot molekul alginat yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan rendemen dan viskositas produk.
Darmawan dkk., (2006) menyatakan bahwa tingginya konsentrasi Na2CO3 saat ekstraksi rumput laut akan melarutkan garam mineral yang terdapat dalam rumput laut. Tingginya kandungan garam mineral dapat menghalangi ikatan antara air dengan alginat sehingga mempengaruhi viskositas alginat.
Pemanasan dibutuhkan untuk mempermudah ekstraksi dan melarutkan alginat, akan tetapi pemanasan yang terlalu lama akan mendegradasi polimer alginat. Demikian juga ekstraksi yang dilakukan pada suhu rendah menyebabkan ekstraksi berjalan lambat. Tetapi semakin tinggi suhu ekstraksi maka viskositas alginat yang diperoleh semakin kecil, dan sebaliknya (Bahar, 2012).
Viskositas adalah suatu ukuran kekentalan fluida terhadap perubahan bentuk dibawah tekanan, viskositas merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dari alginat itu sendiri (Yunizal, 2004).
Viskositas larutan alginat dipengaruhi oleh konsentrasi, bobot molekul, pH, suhu dan keberadaan garam. Konsentrasi natrium karbonat (Na2CO3) sebagai senyawa pengekstrak juga dapat mempengaruhi tingkat viskositas alginat. Penggunaan Na2CO3 pada konsentrasi rendah akan menyebabkan alginat berbobot rendah yang terekstraksi sehingga viskositas yang dihasilkan juga rendah. Peningkatan konsentrasi Na2CO3 sampai batas tertentu dapat meningkatkan viskositas alginat karena banyak alginat berbobot molekul tinggi yang terekstraksi (Yunizal, 2004).
Pengaruh jenis bahan pemucat (B) terhadap viskositas alginat memberikan pengaruh tidak berbeda nyata antar perlakuan, dimana viskositas alginat yang dihasilkan berkisar 0,38–0,49 dpas. Hal ini dikarenakan jenis bahan pemucat NaOCl, Ca(OCl)2 dan H2O2 tidak berpengaruh terhadap viskositas alginat sehingga viskositas alginat yang dihasilkan tidak berbeda. Viskositas alginat ini dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pemucat itu sendiri dimana konsentrasi bahan pemucat ini terlalu tinggi yang mengakibatkan gugus hidroksil (OH)- dan karboksil melepas air dan tidak berikatan dengan baik, sehingga tidak dapat larut dan mempengaruhi viskositas alginat yang dihasilkan.
Hasil ini diperkuat oleh Sekarasih (2000) yang menyatakan dengan adanya proses pemucatan maka pigmen-pigmen akan teroksidasi dan terdegradasi. Banyaknya alginat yang terdegradasi akan menyebabkan semakin banyak pula rantai polimer alginat yang terputus sehingga hanya akan menghasilkan alginat dengan molekul yang lebih rendah. Alginat dengan bobot molekul yang lebih rendah akan memberikan nilai viskositas yang semakin rendah.
Viskositas alginat dipengaruhi oleh konsentrasi, pH, bobot molekul, dan suhu. Makin tinggi konsentrasi atau bobot molekul alginat, makin tinggi pula viskositasnya (Mc Hugh, 1987).

3.2.3.  Derajat Putih Tepung Alginat
Hasil analisis variansi pengaruh konsentrasi Na2CO3, jenis bahan pemucat dan interaksi konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat berpengaruh terhadap derajat putih tepung alginat yang dihasilkan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 48, lampiran 3.
Data pada Tabel 14 menunjukkan derajat putih tepung alginat yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan a1b1, a1b2, a1b3 dan a2b1, a2b2, a2b3. Hal ini disebabkan senyawa Na2CO3 bersama bahan pemucat merupakan pengoksidasi yang mampu mengoksidasi gugus kromofor yang terdapat pada jaringan rumput laut sehingga mudah teroksidasi yang mengakibatkan derajat putih pada alginat yang dihasilkan pun berbeda antar perlakuan.
Hasil analisis uji jarak berganda Duncan’s pengaruh interaksi konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat dapat diliht pada Tabel 14.


Tabel 14. Pengaruh Interaksi Konsentrasi Natrium Karbonat (A) dengan Jenis Bahan Pemucat (B) Terhadap Derajat Putih Tepung Alginat (%)
Faktor A (Konsentrasi Natrium Karbonat)
Faktor B (Jenis Bahan Pemucat)
b1(Natrium Hipoklorit)
b2(Kalsium Hipoklorit)
b3(Hidrogen Peroksida)
a1 (1%)
14,65 B
b
17,15 B
c
13,80 B
a
  a2 (1,5%)
17,15 B
b
16,65 A
c
10,05 A
a
a3 (2%)
9,90 A
a
18,65 C
b
18,80 C
b
  a4 (2,5%)
10,15 A
a
18,45 C
b
18,85 C
b
Keterangan : Huruf besar yang sama dibaca secara vertikal, huruf kecil dibaca secara horizontal menunjukan perbedaan yang nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.


Karotenoid memiliki gugus kromofor atau gugus pembawa warna antar lain gugus benzena dan sejumlah ikatan rangkap yang dapat berkonjugasi dan sangat labil karena mudah teroksidasi. Karotenoid tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dihilangkan pada proses perendaman dan proses ekstraksi. NaOCl, Ca(OCl)2, dan H2O2 bersama-sama dengan Na2CO3 merupakan pengoksidasi kuat yang akan mengoksidasi gugus kromofor tersebut (Junaidi, 2006).
Sekarasih (2000), menambahkan gugus kromofor yang telah teroksidasi akan kehilangan fungsi penyerapan cahaya, sehingga tidak memberikan warna yang tampak atau kehilangan warna. Tingginya konsentrasi bahan pemucat sampai batas tertentu maka kerusakan kromfor semakin meningkat sehingga derajat putih suatu bahan akan semakin baik.
Sedangkan perlakuan a3b2, a3b3 memberikan derajat putih tepung alginat yang berbeda nyata dengan perlakuan a3b1, begitu juga ditunjukkan oleh perlakuan a4b2 dan a4b3 dengan perlakuan a4b1. Hal ini disebabkan pada larutan Na2CO3 yang sama dengan bahan pemucat yang berbeda akan memberikan derajat putih alginat yang berbeda pula yang disebabkan selain Na2CO3 sebagai pengoksidasi, penggunaan Na2CO3 dengan konsentrasi tinggi juga dapat menyerap residu dari senyawa pemutih sehingga derajat putih yang dihasilkan berbeda.
Perlakuan b1a1, b1a2 memberikan derajat putih alginat yang dhasilkan berbeda nyata dengan perlakuan b1a3 dan b1a4. Hal ini disebabkan natrium hipoklorit (NaOCl) dengan konsentrasi natrium karbonat (Na2CO3) yang rendah akan menghasilkan derajat putih alginat lebih tinggi yang disebabkan karena banyaknya pigmen warna yang terdapat dalam alginat terurai oleh NaOCl dan konsentrasi Na2CO3 yang rendah sehingga alginat akan lebih putih karena kehilangan warnanya tersebut.
Rumput laut coklat memiliki zat warna karotenoid (karoten dan fukosantin) yang tidak dapat larut dalam air, sehingga tidak dapat dihilangkan pada proses perendaman dan ekstraksi. Karotenoid memiliki gugus pembawa warna, antara lain gugus benzena dan sejumlah ikatan rangkap yang dapat berkonjugasi dan sangat labil karena mudah teroksidasi. NaOCl bersama-sama dengan Na2CO3 merupakan pengoksidasi yang kuat yang akan mengoksidasi gugus pembawa warna pada rumput laut. Gugus pembawa warna yang telah teroksidasi akan kehilangan fungsi penyerapan cahayanya sehingga tidak memberikan warna yang tampak. Semakin tinggi konsentrasi NaOCl (sampai batas tertentu) maka kerusakan gugus pembawa warna pada rumput laut semakin besar, sehingga derajat putih alginat yang dihasilkan semakin baik
(Yunizal, 2004).
Perlakuan b2a3 memberikan derajat putih alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan b2a4. Hal ini disebabkan kalsium hipoklorit (Ca(OCl)2) dengan natrium karbonat (Na2CO3) 2% dan 2,5% memiliki kemampuan yang sama dalam menghilangkan karotenoid atau gugus pembawa warna dalam rumput laut akibat teroksidasi sehingga alginat kehilangan penyerapan warna dan menjadikan derajat putih alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata.
Kalsium hipoklorit adalah padatan putih yang siap di dekomposisi didalam air untuk kemudian melepaskan oksigen dan klorin. Ketika berada diudara, kalsium hipoklorit akan terdegradasi oleh sinar matahari dan senyawa-senyawa lain yang terdapat diudara. Di air dan tanah, kalsium hipoklorit terpisah menjadi ion kalsium (Ca2+) dan hipoklorit (ClO). Ion ini dapat bereaksi dengan substansi-substansi yang terdapat di air (Johan, 2012).
Perlakuan b3a3 dan b3a4 memberikan derajat putih alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan hidrogen peroksida (H2O2) dengan natrium karbonat (Na2CO3) 2% dan 2,5% memilki kemampuan yang sama untuk bereaksi dengan pigmen warna pada alginat sehingga warna alginat akan terurai oleh penambahan hidrogen peroksida. Sedangkan perlakuan b3a1, b3a2 dan b3a3, b3a4 memberikan derajat putih alginat yang dihasilkan berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan bahan pemucat hidrogen peroksida dengan konsentrasi natrium karbonat (Na2CO3) yang berbeda akan menghasilkan derajat putih alginat yang berbeda-beda tiap perlakuan. Hidrogen peroksida yang sama dengan natrium karbonat berkonsentrasi rendah akan menyebabkan laju dekomposisi hidrogen peroksida berkurang sehingga kemampuannya untuk mengubah pigmen warna alginat menjadi rendah. Sedangkan hidrogen peroksida yang sama dengan natrium karbonat berkonsentrasi tinggi akan menghasilkan derajat putih alginat yang tinggi. Hal ini dikarenakan semakin basa, maka laju dekomposisi hidrogen peroksida untuk mengoksidasi pigmen alginat semakin tinggi sehingga derajat putih alginat semakin tinggi (Junaidi, 2006).
Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan bahan kimia anorganik yang memilki sifat oksidator kuat. H2O2 tidak berwarna dan memiliki bau yang khas agak keasaman. H2O2 larut dengan sangat baik dalam air. Pada saat mengalami dekomposisi, hidrogen peroksida terurai menjadi air dan gas oksigen.
3.2.4. Kadar Air Tepung Alginat
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persentase. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan tekstur dari bahan pangan (Winarno, 1996).
Hasil analisis variansi pengaruh konsentrasi NaCO3 dan jenis bahan pemucat dalam pembuatan alginat memperlihatkan konsentrasi Na2CO3 memberikan pengaruh terhadap kadar air tepung alginat yang dihasilkan, sedangkan jenis bahan pemucat dan interaksi konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat tidak memberikan pengaruh terhadap kadar air tepung alginat yang dihasilkan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 32, lampiran 3.
Hasil uji jarak berganda Duncan’s pengaruh konsentrasi Na2CO3 terhadap kadar air tepung alginat yang dihasilkan dapat dilhat pada Tabel 15.
Tabel 15. Pengaruh Konsentrasi Natrium Karbonat (A) Terhadap Kadar Air Tepung Alginat
Konsentrasi Natrium Karbonat
Rata-Rata Kadar Air Tepung Alginat (%)
a1 (1%)
8,63  a
  a2 (1,5%)
9,13  a
a3 (2%)
12,38  ab
 a4(2,5%)
15,69  b
Keterangan : rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang berbeda, menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji berganda Duncan pada taraf 5%
Data pada Tabel 15 memperlihatkan kadar air tepung alginat yang dihasilkan untuk perlakuan a1 dan a2 tidak berbeda nyata begitu juga ditujukan pada perlakuan a4 dan a3. Hal ini disebabkan pada masing-masing konsentrasi Na2CO3 tersebut akan terjadi peningkatan jumlah garam mineral pada Na2CO3 saat ekstraksi rumput laut sehingga dapat mengikat air yang terkandung dalam alginat. Melala (2000), menambahkan bahwa alginat bersifat higroskopis sehingga peluang untuk menyerap atau menarik air tidak berbeda tiap perlakuannya.
Konsentrasi Na2CO3 memperlihatkan kadar air tepung alginat yang dihasilkan untuk perlakuan a1, a2 dengan a2, a3, a4 berbeda nyata, dimana kadar air alginat pada perlakuan a4 lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan a1, a2 dan a3. Hal ini disebabkan pada  konsentrasi Na2CO3 2,5% mengakibatkan garam mineral NaCl akan banyak diikat oleh rumput laut saat ekstraksi sehingga kadar air alginat yang dihasilkan menjadi tinggi. Tingginya kadar air alginat juga dikarenakan proses air bebas menjadi air terikat dan pada saat diuapkan, air dalam bahan akan sulit keluar. Rendahnya konsentrasi Na2CO3 mengakibatkan garam-garam yang terdapat dalam larutan tidak banyak terikat oleh rumput laut saat ekstraksi sehingga pada keadaan tersebut juga air tidak terserap banyak yang menyebabkan kadar air alginat menjadi rendah.
Perbedaan kadar air alginat yang dihasilkan juga terjadi karena masing-masing bahan mempunyai kemampuan menyerap air yang bereda, dimana jumlah gugus COOH yang ada pada ekstrak alginat merupakan gugus hidrophilik yang menentukan kemampuan menyerap air yang berbeda (Susanto dkk, 2001).
Kadar air yang diperolehkan didalam alginat menurut Food Chemical Codex (1981), kadar air yang diperbolehkan didalam alginat adalah <15%.
Pengaruh jenis bahan pemucat (B) terhadap kadar air tepung alginat memberikan pengaruh tidak berbeda nyata antar perlakuan, dimana kadar air alginat yang dihasilkan berkisar 9,80 – 12,44%. Hal ini dikarenakan pemberian bahan pemucat NaOCl, Na(OCl)2, dan H2O2 pada saat memucatkan alginat tidak mengikat air dalam alginat, sehingga pada saat pengeringan berlangsung, air dalam alginat dapat menguap dan menyebabkan kadar air alginat tidak berbeda antar perlakuan (Junaidi, 2006).
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, keragaman, dan daya tahan bahan pangan (Winarno, 1996). Penentuan kadar air suatu bahan pangan perlu dilakukan sebab kadar air suatu bahan pangan dapat mempengaruhi tingkat mutu dari bahan tersebut. Kadar air yang tinggi perlu dikurangi agar terhindar dari mikroba, kapang, dan serangga sehingga memperpanjang masa simpannya (Susanto dkk, 2001). Melala (2000) menambahkan tinggi dan rendahnya kadar air dipengaruhi oleh cara pengeringan, kondisi penyimpanan, dan garam yang terikut pada produk akhir.
3.2.5. Kadar Abu Tepung Alginat
Analisis kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam tepung alginat hasil ekstraksi Na2CO3 dari rumput laut Sargassum sp. Abu merupakan bahan tersisa hasil pembakaran yang merupakan zat-zat anorganik berupa mineral. Hal terebut terjadi karena proses pembakaran pada pengukuran kadar abu menyebabkan zat-zat organik pada bahan akan terbakar dan menyisakkan abu. Rumput laut merupakan bahan yang kaya akan mineral seperti Na, K, Ca, dan Mg.
Hasil analisis variansi pengaruh konsentrasi Na2CO3, jenis bahan pemucat dan interaksi konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat berpengaruh terhadap kadar abu alginat yang dihasilkan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 37, lampiran 3.
Hasil analisis uji jarak berganda Duncan’s pengaruh interaksi konsentrasi Na2CO3 dan jenis bahan pemucat dapat dilihat pada Tabel 16.


Tabel 16. Interaksi Konsentrasi Natrium Karbonat (A) dengan Jenis Bahan Pemucat (B) Terhadap Kadar Abu Tepung Alginat (%)
Faktor A (Konsentrasi Natrium Karbonat)
Faktor B (Jenis Bahan Pemucat)
b1(Natrium Hipoklorit)
b2(Kalsium Hipoklorit)
b3(Hidrogen Peroksida)
a1 (1%)
56,60 C
c
39,35 B
b
30,98 A
A
a2 (1,5%)
40,87 B
c
33,88 A
b
27,12 A
A
a3 (2%)
30,80 A
a
34,54 A
a
31,31 A
A
a4 (2,5%)
30,60 A
a
32,52 A
b
26,93 A
a
Keterangan : Huruf besar yang sama dibaca secara vertikal, huruf kecil dibaca secara horizontal menunjukan perbedaan yang nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%


Data pada Tabel 16 menunjukkan kadar abu tepung alginat yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan a1b1, a1b2, a1b3 dan a2b1, a2b2, a2b3. Hal ini dikarenakan Na2CO3 dengan konsentrasi yang sama dan jenis bahan pemucat berbeda akan menghasilkan kadar abu yang berbeda pula yang diakibatkan karena terbentuknya masing-masing garam NaCl pada Na2CO3 saat ekstraksi rumput laut dan juga ditambah dengan jenis pemucat yang masing-masing akan bertambahnya kandungan mineral Na dan Ca yang terdapat pada bahan pemucat NaOCl dan Ca(OCl)2 yang akan menyebabkan masing-masing kadar abu alginat menjadi berbeda antar perlakuan.
Perlakuan a3b1, a3b2 dan a3b3 memberikan kadar abu alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini dikarenakan komponen penyusun abu seperti pecahan karang dan lumpur pada rumput laut saat proses pembuatan alginat masih terbawa dan tidak tertinggal pada saat proses pencucian serta dengan penambahan konsentrasi Na2CO3 yang tinggi saat pemasakan dan dengan penambahan bahan pemucat NaOCl, Ca(OCl)2, dan H2O2 dapat mengakibatkan kadar abu tidak berbeda nyata.
Perlakuan a4b2 memberikan kadar abu alginat yang dihasilkan berbeda nyata dengan perlakuan a4b1 dan a4b3. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi Na2CO3 2,5% dengan bahan pemucat Ca(OCl)2 menghasilkan kadar abu alginat tinggi yang disebabkan oleh kandungan garam-garam mineral dan garam kalsium dari masing-masing bahan menempel pada alginat. Adanya kandungan kalsium dapat mempertinggi kandungan mineral alginat sehingga kadar abu alginat yang dihasilkan pun tinggi (Susanto dk, 2001).
Perlakuan b1a3 dan b1a4 memberikan kadar abu alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan NaOCl bersama dengan konsentrasi Na2CO3 akan sama-sama meningkatkan jumlah garam yang terdapat pada alginat sehingga kandungan garam pada alginat meningkat dan menyebabkan kadar alginat yang dihasilkan tidak berbeda. Sedangkan perlakuan b1a1 dan b1a2 memberikan kadar abu alginat berbeda nyata dengan perlakuan b1a3, b1a4. Hal ini dikarenakan NaOCl bersama dengan rendahnya konsentrasi Na2CO3
Perlakuan b2a2, b2a3, dan b2a4 memberikan kadar abu alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini dikarenakan residu yang ditinggalkan oleh larutan Na2CO3 dan Ca(OCl)2 tidak hilang dan tetap menempel pada alginat sehingga kadar abu alginat tidak berbeda antar perlakuan. Sedangkan perlakuan b2a1 memberikan kadar abu alginat yang dihasilkan berbeda nyata dengan perlakuan b2a2, b2a3, dan b2a4. Hal ini dikarenakan pada perlakuan b2a1 terjadi peningkatan kadar abu alginat yang disebabkan pada proses pencucian rumput laut tidak bersih karena didalam rumput laut terdapat garam-garam mineral yang tertinggal dan ikut dalam proses pembuatan alginat sehingga dapat mempengaruhi kandungan kadar abu alginat yang dihasikan.
Winarno (1996) menyatakan, dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat organiknya seperti mineral tidak terbakar. Oleh karena itu peningkatan kadar abu tersebut disebabkan karena perbedaan kandungan ion kalsium (Ca) yang merupakan sumber mineral dalam tubuh manusia. Semakin tinggi konsentrasi Na2CO dan larutan Ca(OCl)2, maka residu ion kalsium dan natrium yang tertnggal semakin besar. Larutan kalsium hipoklorit larut dalam air dan terurai menjadi ion kalsium dan ion hipoklorit, sedangkan ion hipoklorit akan tereduksi menjadi in Cl- dan OH-. Selain itu, meningkatnya kadar abu alginat juga berasal dari kadar logam berat Pb yang meningkat karena logam berat Pb tersebut sulit untuk diabukan serta membutuhkan suhu pengabuan yang tinggi
(Junaidi, 2006).
Perlakuan b3a1, b3a2, b3a3 dan b3a4 memberikan kadar abu alginat yang dihasilkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini dikarenakan H2O2 dalam memucatkan alginat tidak mempengaruhi kadar abu alginat yang dihasilkan. Kadar abu alginat akan dipengaruhi oleh penggunaan Na2CO3 yang cukup tinggi.
Abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik, kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pembuatannya. Adanya kandungan kadar abu pada alginat juga dapat disebabkan oleh adanya residu garam yang tidak tercuci pada tahap pencucian sehingga tidak larut pada saat diendapkan menggunakan larutan isopropyl alcohol
(Yunizal, 2004).
Kadar abu dapat dipengaruhi juga oleh penggunaan natrium karbonat (Na2CO3) pada saat ekstraksi rumput laut karena pada tahap ekstraksi menggunakan larutan Na2CO3 diduga adanya kelebihan natrium yang tidak bereaksi dengan algin untuk membentuk alginat sehingga masih banyak kandungan abu yang terdapat dalam alginat (Siswanti, 2006).
Menurut standar Food Chemical Codex (1981), kadar abu alginat yang diperbolehkan berkisar antara 18-27%. Kadar abu alginat dari hasil penelitan yang sesuai standar Food Chemical Codex (1981) yaitu terdapat pada perlakuan a4b3.

IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Dari Penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.        Hasil penelitian pendahuluan waktu ekstraksi yang berbeda yaitu pada waktu ekstrksi 1 jam dengan rendemen tepung alginat 13,23% dan kadar air tepung alginat 13,04%.
2.        Perlakuan konsentrasi natrium karbonat (Na2CO3) memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air tepung alginat, rendemen tepung alginat, dan viskositas tepung alginat.
3.        Perlakuan jenis bahan pemucat memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu tepung alginat, dan rendemen tepung alginat.
4.        Interaksi konsentrasi natrium karbonat (Na2CO3) dan jenis bahan pemucat memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu tepung alginat dan derajat putih tepung alginat.
5.        Hasil penelitian utama diberikan oleh perlakuan a4b3 (konsentrasi Na2CO3 2,5% dengan jenis pemucat H2O2) dengan rendemen tepung alginat 16,97%, viskositas tepung alginat 1,94 dpas, kadar air tepung alginat 21,29%, derajat putih tepung alginat 18,85% dan kadar abu tepung alginat 26,97%.
4.2. Saran
Dari evaluasi terhadap penelitian yang dilakukan maka beberapa hal perlu disarankan penulis antara lain sebagai berikut :
1.        Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk pembuatan tepung alginat dengan konsentrasi natrium karbonat yang memenuhi standar sehingga dapat diperoleh rendemen yang tinggi, kadar air yang rendah, kadar abu yang rendah, viskositas yang tinggi dan derajat putih yang tinggi.
2.        Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menggunakan bahan pemucat yang terbaik dan aman pada pembuatan tepung alginat.
3.        Perlu dilakukan penambahan analisis terhadap residu logam atau residu H2O2 yang terdapat dalam tepung alginat akibat penambahan bahan pemucat agar aman digunakan.
4.        Perlu adanya diversifikasi pangan dari tepung alginat seperti pada pembuatan effervecent.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E., dan Liviawaty, E., (1987), Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya, Penerbit Bhrantara, Jakarta.
Ali, M.E., (2001), Alginate-Lifecasters’ Gold, Art Casting Journal, Dalam Artikel : Yulianto, Kresno, (2007), Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Viskositas Natrium Alginat yang Diekstrak dari Sargassum duplicatum J.G. Agardh (Phaeohyta), UPT Loka Pengembangan Kompetisi SDM Oseanografi Pulau Pari, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
AOAC, (1995), Official Methods of Analysis of the Association of Official Analitycal Chemist, Edisi 16, Inc. Washington DC.
Atmadja, W.S., Kadi A., Sulistijo, R.S., (1996), Rumput Laut, Jenis, Reproduksi, Budidaya dan Pasca Panen, Seri Sumber Daya, Puslitbang Oseonologi LIPI, Jakarta.
Dahuri, R., (2003), Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Darmawan, M.T., dan Nurul, H., (2006), Pengaruh Perendaman Rumput Laut Cokelat Segar dalam Berbagai Larutan Terhadap Mutu Natrium Alginat, Vol IX Nomor 1 Tahun 2006, Buletin Teknologi Hasil Perikanan, Bogor.
Food Chemical Codex, (1981), Food Chemical Codex, National Academy Press, Washington, D.C.
Food Marine Colloids Corp (FMC Corp)., (1977), Carrageenan, Marine Colloid Monograph Number One. Marine Colloids Division FMC Corporation. Springfield, New Jersey, USA, hal 23-29.
Gaspersz, V., (1995), Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan, Edisi Pertama, Tarsito, Bandung. Hal 198-208.
Junaidi, R.R., (2006), Kajian Penggunaan NaOCl dan Kaporit pada Pemucatan Natrium Alginat dari Rumput Laut Cokelat (Sargassum polycystum), Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Junianto, (2006), Rendemen dan Kualitas Algin Hasil Ekstraksi Alga (Sargassum sp) Dari Pantai Selatan Daeraah Cidaun Barat, Artikel, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Melala, E.R., (2000), Pengaruh Perendaman Dengan Formaldehid (HCOH) dan Pengendapan Alginat dengan HCl Terhadap Sifat Fisikokimia Natrium Alginat Dari Rumput Laut Coklat, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian Bogor, Bogor.
Murtini J.T., Basmal dan Yunizal., (2000), Pengaruh bahan Pemutih dan Volume Kalsium Klorida terhadap Mutu Kalsium Alginat, Dalam Artikel : Yulianto, K., (2007), Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida Terhadap Viskositas Natrium Alginat yang Diekstrak dari Sargassum duplicatum J.G. Agardh (Phaeohyta), UPT Loka Pengembangan Kompetisi SDM Oseanografi Pulau Pari, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Rasyid, A., (2010), Ekstraksi Natrium Alginat Dari Alga Coklat Sargassum echinocarphum, Artikel, UPT Loka Pengembangan Kompetensi SDM Oseanologi Pulau Pari, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia.
Satari, R., (1998), Ekstraksi dan Karakterisasi Polisakarida Alga Dari Sargassum sp, Dalam Junaidi, Rihandina R, (2006), Kajian Penggunaan NaOCl dan Kaporit pada Pemucatan Natrium Alginat dari Rumput Laut Cokelat (Sargassum polycystum), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sekarasih, Y., (2000), Pengaruh Konsentrasi Bahan Pemucat dan Jenis Bahan Pengendap Pada Peoses Ekstraksi Rumput Laut Coklat Terhadap Rendemen dan Mutu Alginat, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Teknologi Bogor, Bogor.
Siswanti, J., (2002), Kajian Ekstraksi Alginat dari Rumput Laut Sargassum sp Serta Aplikasinnya Sebagai Penstabil Es Krim¸ Tesis, Program Pasca Sarjana, Program Studi Teknologi Pascapanen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sujatmiko, W., dan Noor, Z.D., (1993), Sumberdaya Perikanan dan Penangkapan Simposium Perikanan Indonesia I, Jakarta.
Susanto, T., Sugeng, R., dan Mujianto., (2001), Karakterisasi Ekstrak Alginat Dari Padina Sp, Jurnal, Program Pasca Sarjana, Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.
Widyastuti, S., (2009), Kadar Alginat Rumput Laut yang Tumbuh Di Perairan Laut Lombok yang Diekstrak dengan Dua Metode Ekstraksi, Skripsi, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram, Lombok.
Winarno F.G., (1996), Teknologi Pengolahan Rumput Laut, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Wikanta, T., Rejeki, D.S,. dan Rahayu, L., (1996), The Content and The Physicochemical Characteristic of Alginate Extracted From Three Species of Brown Algae, Research Intitute for Marine Fisheries, Faculty of Pharmacy, Pancasila University.
Yani, M., (1998), Modifikasi dan Optimasi Proses Ekstraksi dalam Rancang Bangun Proses Tepung Algin dari Jenis Turbina ornata, Dalam Skripsi : Junaidi, R.R., (2006), Kajian Penggunaan NaOCl dan Kaporit pada Pemucatan Natrium Alginat dari Rumput Laut Cokelat (Sargassum polycystum), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yunizal, (2004), Teknologi Pengolahan Alginat, Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar