I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2)
Tujuan Percobaan, dan (3) Prinsip
Percobaan.
1.1. Latar Belakang
Kentang merupakan salah satu dari 4 tanaman pokok yang
banyak ditanam di dunia, dengan luas lahan sekitar 20 milyar hektar dan
produksi mencapai 300 milyar ton. Sebagian besar kentang diproduksi oleh
Negara-negara Eropa dan negara di Amerika Utara sedangkan produksi kentang
terbesar di Asia dihasilkan oleh Cina dan India (Diputri, 2009).
Kentang sebagian besar diolah dan dikonsumsi hanya
sebatas menjadi sayuran ataupun berupa olahan makanan tradisional yang
dikembangkan berdasarkan kebiasaan dan resep tradisional. Namun saat ini telah
dikembangkan suatu teknologi untuk meningkatkan nilai ekonomi kentang, dimana
kentang diolah menjadi tepung kentang. Di Negara-negara Eropa pada khususnya,
industri pengolahan kentang menjadi tepung kentang yang kemudian diolah menjadi
berbagai macam produk terus dikembangkan dari metode sederhana hingga modern
(Diputri, 2009).
Kentang dimanfaatkan sebagai tepung karena termasuk
umbi-umbian yang banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk pati sehingga dapat
dikeringkan menghasilkan tepung dengan menggunakan beberapa proses. Tetapi
kelemahan dari kentang yaitu mengandung banyak air sehingga produk tepung yang
dihasilkan akan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan produk tepung dari
umbi-umbian lainnya.
Dibandingkan dengan bahan baku lain seperti jagung, gandum, ubi dan
lainnya, tepung kentang ini memiliki kandungan protein dan lemak yang rendah,
suhu gelatisasi yang rendah serta dapat disimpan dengan kandungan air yang
tinggi tanpa menimbulkan bau apek. Selain itu, dibandingkan dengan tepung
dengan bahan baku
lainnya, tepung kentang memiliki butiran tepung yang lebih besar (Diputri,
2009).
Tepung kentang ini banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan snack,
makanan bayi, mie instan, saus, makanan rendah kalori, makanan ternak. Selain
itu tepung kentang ini juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik kemasan, pembalut
wanita, kapsul untuk industri obat-obatan , kertas dan bahan-bahan bangunan
dalam industri tekstil (Diputri, 2009).
Proses pengeringan merupakan proses pangan yang pertama
kali dilakukan untuk mengawetkan makanan. Selain untuk mengawetkan bahan pangan
yang mudah rusak atau busuk pada kondisi penyimpanan sebelum digunakan,
pengeringan pangan juga menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam
pengemasan, penanganan, pengangkutan dan penyimanan, karena, dengan pengeringan
bahan menjadi padat dan kering, sehingga volume bahan lebih ringkas, mudah dan
hemat ruang dalam pengangkutan, pengemasan maupun penyimpanan. Di samping itu
banyak bahan pangan yang dikonsumsi setelah dikeringkan, seperti teh, kopi,
coklat dan beberapa jenis biji-bijian. (Wirakartakusumah, 1992).
Pengeringan bahan hasil pertanian sering dilakukan sebagai usaha
pengawetan, proses pengeringan bisanya dilanjutkan dengan proses penepungan
guna mengahasilkan bahan yang siap untuk diolah lebih lanjut (Desrosier, 1988).
Dengan cara pengeringan atau penepungan, bahan hasil
pertanian (sayur mayur) tersebut memiliki keuntungan tersendiri, yaitu daya
tahannya dapat bertahan lama, pertumbuhan mikroorganismenya dapat dihambat.
Karena kebanyakan sayur mayur sifatnya mudah rusak atau busuk (Desrosier,
1988).
Proses pengeringan pada suatu bahan pangan pada umumnya
dapat mengakibatkan perubahan sifat fisika dan kimianya. Warna, aroma, tekstur
dan penampakan merupakan salah satu kriteria penilaian yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas tepung kentang selain nilai gizinya, sehingga perlu dicari
kondisi pengeringan yang optimum terhadap sifat karakteristik tepung kentang (Desrosier, 1988).
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan pembuatan tepung adalah untuk
menurunkan kadar air pada bahan pangan samapi batas tertentu sehingga
meminimalkan serangan mikroorganisme, enzim, dan insekta perusak dan mengkontaminasi
bahan.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan pembuatan tepung berdasarkan
perpindahan panas secara konduksi dan konveksi dan berdasarkan pengurangan
kadar air sampai batas tertentu dan dilanjtkan dengan proses reduksi sampai
berukuran 100 mesh, sehingga bahan berbentuk tepung.
II BAHAN, ALAT DAN METODE
PERCOBAAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Bahan-bahan yang
Digunakan,
(2) Alat-alat yang Digunakan dan (3) Metode Percobaan.
(2) Alat-alat yang Digunakan dan (3) Metode Percobaan.
2.1. Bahan-bahan yang
Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara
lain kentang, air, dan natrium bisulfit (NaHSO3).
2.2. Alat-alat yang
Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah
kompor, timbangan, baskom, pisau, slicer,
piring, sendok, plastik sampel, panci, tunnel
dryer, tray, blender, dan ayakan 100 mesh.
2.3. Metode Percobaan
2.3.1. Deskripsi Percobaan
1. Kentang disortasi untuk menghilangkan kotoran dan benda asing
yang tertempel pada kentang.
2. Setelah kentang
disortasi kemudian dilakukan trimming
dimana kentang dikupas dari kulitnya.
Gambar 1. Trimming
3. Kentang yang telah dikupas kemudian dicuci dengan air bersih agar
kotorannya hilang dan kentang menjadi bersih.
Gambar 2. Pencucian
4. Setelah kentang
dibersihkan kemudian kentang ditimbang untuk mengetahui berat basisnya.
Gambar 3. Penimbangan Bahan
5. Kentang diris-iris
tipis dengan menggunakan alat slicer
agar kentang mudah untuk dikeringkan pada saat tahap pengeringan.
Gambar 4. Pengirisan
6. Kentang yang sudah diris dibagi 4 bagian untuk dilakukan 4
pelakuakn yaitu direndaman dengan air selama 15 menit, direndaman dengan
natrium bisulfit selama 15 menit, diblanching selama 2 menit serta direndam
dengan natrium bisulfit 15 menit dan
diblanching 2 menit tujuannya pelakukan ini yaitu untuk menonaktifkan
enzim yang dapat menyebabkan pencoklatan pada kentang.
Kentang direndam
dengan air dilakukan dalam waktu 15 menit.
Gambar 5. Perendaman dengan Air
Kentang direndam dengan natrium bisulfit dilakukan dalam waktu 15
menit.
Gambar 6. Perendaman dengan Natrium Bisulfit
Kentang yang diblanching dilakukan dalam waktu 2 menit.
Gambar 7. Blanching
Kentang direndam dengan natrium bisulfit selama 15 menit kemudian
diteruskan dengan diblanching selama 2 menit.
7. Kentang yang
dilakukan 4 pelakukan tersebut masing-masing ditiriskan dan disusun dalam
masing-masing tray untuk dikeringkan.
Gambar 8. Penyususnan Kentang pada Tray
8. Setelah kentang disusun dalam tray kemudian dikeringakn dalam
alat tunnel dryer selama 6-7 jam.
Gambar 9. Kentang Kering
9. Setelah kentang
kering kemudian kentang di tumbuk atau dihancurkan dengan blander agar kentang
kering tersebut menjadi tepung.
Gambar 10. Penggilingan
10. Tepung kentang yang dihasilakn kemudian diayak agar bentuk
butiran tepungnya seragam.
Gambar 11. Penyaringan
11. Setelah tepung kentang diayak, kemudian masing-masing tepung
kentang dengan pelakaukan yang berbeda-beda ditimbang. Hasil tepung yang
ditimbang adalah tepung yang lolos dari ayakan.
Gambar 12. Penimbangan Produk
12. Setelah penimbangan dialakukan pengangamatan pada masing-masing
tepung kentang tersebut mulai dari sifat organoleptik, persen produk, berat
produk dan lain-lain.
2.3.2. Diagram Alir
Gambar
13. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kentang
III HASIL PERCOBAAN DAN
PEMBAHASAN
Bab ini akan membahasa mengenai: (1)
Hasil Pengamtan dan
(2) Pembahasan.
(2) Pembahasan.
3.1. Hasil Pengamatan
Tabel
1. Hasil Pengamtan Pembuatn Tepung Kentang
No.
|
Analisa
|
Hasil
|
|||
1.
|
Pelakuan
|
Perendaman dengan Air
|
Perendaman dengan
Na-Bisulfit |
Blanching
|
Perendaman dengan
Na- Bisulfit + Blanching |
2.
|
Nama Produk
|
Tepung Kentang
|
Tepung Kentang
|
Tepung Kentang
|
Tepung Kentang
|
3.
|
Basis
|
207,5 gram
|
207,5 gram
|
207,5 gram
|
207,5 gram
|
4.
|
Bahan Utama
|
Kentang
|
Kentang
|
Kentang
|
Kentang
|
5.
|
Bahan Tambahan
|
-
|
Natrium bisulfit
|
-
|
-
|
6.
|
Berat Produk
|
31,2 gram
|
31,2 gram
|
31,1 gram
|
30,3 gram
|
7.
|
Persen Produk
|
15%
|
15%
|
14,98%
|
14,6%
|
8.
|
Organoleptik
8.1. Rasa
8.2. Warna
8.3. Tekstur
8.4. Aroma
8.5.Penampakan
|
Tidak terasa kentang
Coklat kehitaman
Agak halus
Agak tercium khas kentang
Coklat kehitaman
|
Tidak terasa kentang
Coklat muda
Halus
Agak tercium khas kentang
Coklat muda
|
Terasa khas kentang
Coklat agak kusam
Kasar
Tercium khas kentang
Coklat agak kusam
|
Agak terasa khas kentang
Coklat kehitaman
Agak kasar
Agak tercium khas kentang
Coklat kehitaman
|
9.
|
Gambar Produk
|
Sumber: Kelompok
III, Meja 3, (2010).
3.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pembuatan tepung dari bahan
baku kentang dengan perendaman air seberat 207,5 g kentang didapat produk
tepung kentang seberat 31,2 g dengan persen produk 15 %, dengan perendaman
Na-bisulfit seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,2
g dengan persen produk 15 %, dengan blanching
(pengukusan) seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,1
g dengan persen produk 14,98 %, dan dengan perendaman Na-bisulfit dan blanching (pengukusan) seberat 207,5 g
kentang didapat produk tepung kentang seberat 30,3 g dengan persen produk 14,6
%.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan
dengan menggunakan empat pelakuan dapat disimpulkan bahwa tepung kentang yang
dilakukan dengan pelakukan perendaman dengan Na-bisulfit yang paling baik
dibandingkan dengan pelakukan lainnya yang dilihat dari warna, penampakan dan
banyaknya produk yang dihasilkan. Dilihat dari aroma dan rasa tepung yang baik
adalah tepung kentang yang dihasilkan dari pelakukan blanching karena dengan pelakukan ini aroma dan rasa kentang terasa
pada tepung yang dihasilkan. Kenapa tepung kentang yang dihasilkan dari
perendaman Na-bisulfit yang paling bauik karena fungsi adri Na-bisulfit itu
sendiri yaitu untuk menonaktifkan enzim polifenolase yang menyebabkan
pencoklatan pada kentang.
Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk
setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur
(dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih
cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Prosedur
pembuatan tepung sangat beragam, dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia
bahan pangan. Namun, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
pertama bahan pangan yang mudah menjadi coklat apabila dikupas dan kedua bahan
pangan yang tidak mudah menjadi coklat (Anonim, 2009).
Tabel 2. Standar Mutu Tepung
Kriteria Uji
|
Satuan
|
Pesyaratan
|
Keadaan :
Bentuk
Bau
Rasa
Warna
|
-
-
-
-
|
Serbuk
Normal (bebas dari bau asing)
Normal (bebas dari bau asing)
Normal
|
Benda Asing
|
-
|
Tidak boleh ada
|
Serangga dalam
semua bentuk stadia atau potongan-potongann yang tampak *)
|
-
|
Tidak boleh ada
|
Kehalusan lolos
ayakan 212 milimikron
|
-
|
Min. 95%
|
Air
|
%,b/b
|
Maks, 14,5 %
|
Abu
|
%,b/b
|
Maks. 0,6 %
|
Protein (Nx5,7)
|
%,b/b
|
Min. 7,0 %
|
Keasaman
|
MgKOH/100g
|
Maks. 500/100 g
contoh
|
Faling number
|
Detik
|
Min. 300
|
Besi (Fe)
|
Mg/kg
|
Min. 50
|
Seng (Zn)
|
Mg/kg
|
Min. 30
|
Vitamin B1
(thiamin)
|
Mg/kg
|
Min. 2,5
|
Vitamin B2
(riboflavin)
|
Mg/kg
|
Min. 4
|
Asam folat
|
Mg/kg
|
Min. 2
|
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Raksa (Hg)
Tembaga (Cu)
|
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
|
Maks 1,10
Mak. 0,05
Mak. 10
|
Cemaran Arsen
|
Mg/kg
|
Maks. 0,5
|
Cemaran Mikroba
Angka Lempeng
Total
E.Coli
Kapang
|
Koloni/g
APM/g
Koloni/g
|
Maks. 10.6
Maks. 10
Maks. 10.4
|
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, SNI
01-3751-2000
Tabel
3. Kandungan Kimia Kentang
Komponen
|
Kadar
|
Air
|
80%
|
Karbohidrat
|
18%
|
Protein
|
2,4%
|
Lemak
|
0,1%
|
Vitamin C
|
31
mg/100gr
|
Kalsium (Ca)
|
26
mg/100gr
|
Fosfor (P)
|
49
mg/100gr
|
Besi (Fe)
|
1,1
mg/100gr
|
Kalium (K)
|
449
mg/100gr
|
Natrium
|
0,4 mg/100gr
|
Sumber: Diputri, (2009).
Dilihat dari kandungan air yang terdapat dalam kentang
mengakibatkan tepung yang dihasilkan dalam pembutan tepung kentang ini sedikit
karena banyak air yang dikelurkan pada saat pengeringan. Jadi rata-rata produk
yang dihasilkan dalam pembuatan tepung yaitu 15% dari berat kentang sebelum
pengeringan.
Pada umumnya, umbi-umbian dan buah-buahan mudah
mengalami pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara
sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat dalam
bahan pangan tersebut (browning enzimatis).
Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa
phenol yang dikatalisis oleh polyphenol oksidase. Untuk menghindari
terbentuknya warna coklat pada bahan pangan yang akan dibuat tepung dapat
dilakukan dengan mencegah sesedikit mungkin kontak antara bahan yang telah
dikupas dan udara dengan cara merendam dalam air (atau larutan garam 1% dan
atau menginaktifkan enzim dalam proses blansir)
(Anonim, 2009).
(Anonim, 2009).
Percobaan yang dilakukan dalam pembutan tepung kentang
yaitu menggunakan empat pelakukan yaitu perendaman dengan air, perendaman
dengan Na-bisulfit, pelakukan blanching, dan perendaman dengan Na-bisulfit yang
dilanjutkan dengan blanching semuanya bertujuan untuk menghambat terjadinya
proses pencoklatan secara enzimatis maupun non-enzimatis sehingga tepung yang
dihasilakn akan memiliki warna putih. Karena warna putih pada tepung merupakan
hal yang diinginkan oleh konsumen.
Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan
atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri
100o C selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap.
Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82–93oC selama 3–5 menit.
Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih
selama 3–5 menit atau mengukusnya selama 3–5 menit. Tujuan utama blansing ialah
menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun
sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini
paling tahan terhadap panas. Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran
dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan.
Tabel 4. Perbandingan antara Steam
Blancher dan Hot-Water Blancher
Peralatan
|
Keuntungan
|
Kerugian
|
Steam Blancher
|
Kehilangan komponen
larut air dapat ditekan Produksi limbah lebih rendah (biaya pembuangan limbah
lebih murah) Lebih mudah untuk dibersihkan
|
Bahan pangan hanya
mengalami proses pencucian dan pembersihan secara terbatas Memerlukan biaya
modal yang lebih tinggi Mungkin terjadi proses blansir yang tidak merata jika
jumlah produk yang diblansir cukup besar Penggunaan energi panas dari uap
panas kurang efisien
|
Hot-water blancher
|
Biaya modal lebih rendah
Penggunaan energi panas dari air panas lebih efesien
|
Kerusakan/ kehilangan
komponen larut air cukup tinggi (termasuk vitamin, mineral dan gula) Jumlah
limbah dan biaya pengolahan limbah tingggi Terdapat resiko kontaminsasi
bakteria, terutama bakteria termofilik
|
Sumber: Fellows, (1990).
Pengeringan yang dilakukan dalam pembuatan tepung
kentang yaitu bertujuan untuk mengurangi kadar air kentang sampai batas
tertentu sehingga kentang yang sudah kering dapat digiling sehingga berbentuk
tepung yang memiliki kehalusan yaitu lolos pada ayakan 100 mesh. Berdasarkan
SNI tepung yang baik adalah salah satunya memiliki kehalusan yang lolos ayakan
212 mikron sebanyak 95%. 212 mikron adalah ayakan dengan nomer mesh 70 mesh.
Sebelum penmgeringan sampel kentang terlebih dahulu di
kupas dan diiris tipis dengan menggunakan slicer
tujuannya untuk memperbanyak permukaan bahan sehingga mempercepat pengeringan.
Banyaknya permukaan bahan mempengaruhi kecepatan pengeringan karena banyak
bahan yang kontak dengan panas sehingga banyak pula air yang diuapkan. Selain
itu ketebalan bahan yang akan dikeringkan juga mempengaruhi kecepatan
pengeringan makin tebal bahan yang dikeringkan maka makin lama proses
pengeringannya, oleh karena itu kentang dilakukan pengerisisan setipis mungkin
agar pengeringan berlangsung secara cepat.
Pengeringan merupakan proses pengeluran air dari sutu
bahan pangan menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada
tingkat kadar air dimana mutu bahan pangan dapat dicegah dari serangan jamur,
enzim dan aktivitas serangga. Pengeringan diartikan juga sebagai proses
pemisahan atau pengeluaran air dari suatu bahan yang jumlahnya relatif kecil
dengan menggunakan panas atau diartikan sebagai suatu penerapan panas dalam
kondisi terkendali, untuk mengeluarkan air dalam bahan pangan melalui evaporasi
dan sublimasi (Effendi, 2009).
Pengeringan adalah suatu peristiwa
perpindahan massa
dan energi yang terjadi dalam pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan
sampai batas kandungan air yang ditentukan dengan menggunakan gas sebagai
fluida sumber panas dan penerima uap cairan. Pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah
air dari material. Dalam pengeringan, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan
kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang dikeringkan.
Material biasanya dikontakkan dengan udara kering yang kemudian terjadi
perpindahan massa air dari material ke udara pengering (Rohman, 2008).
Pengeringan makanan memiliki
tujuan adalah sebagai sarana pengawetan makanan. Mikroorganisme yang
mengakibatkan kerusakan makanan tidak dapat berkembang dan bertahan hidup pada
lingkungan dengan kadar air yang rendah. Selain itu, banyak enzim yang
mengakibatkan perubahan kimia pada makanan tidak dapat berfungsi tanpa
kehadiran air (Geankoplis,
1993).
Bahan pangan
terdiri dari bahan kering ditambah sejumlah air. Air dalam bahan pangan
merupakan bagian seutuhnya dari bahan pangan itu sendiri. Air tersebut terdapat air bebas dana air terikat. Air bebas terdapat
dibagian permukaan bahan atau benda padat, diantara sel-sel maupun dalam
pori-pori, air mudah teruapkan pada pengeringan. Air terikat yaitu air yang terikat secara fisik
menurut system kapiler atau absorpsi karena adanya tenaga penyerapan. Air
terikat secara kimia yaitu air yang berada dalam bahan dalam bentuk kristal dan
air yang terikat dalam sistem dispersi koloid. Air terikat ini dapat berikatan
dengan protein, selulosa, zat tepung, pektin, dan sebagian zat-zat yang
terkandung dalam bahan pangan. Air tersebut memang sulit untuk dihilangkan,
karena harus memerlukan beberapa perlakuan seperti halnya terhadap beberapa
faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengeringan antara lain suhu, kelembaban
dan kegiatan membalik-balik bahan seperti pengeringan ikan, gabah, kopi, dan
lain-lain (Effendi, 2009).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi
kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah sifat fisik dan kimia dari
produk (bentuk, ukuran, komposisi, kadar air), pengaturan geometris produk
sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindah panas (seperti
nampan untuk pengeringan), sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering
(suhu, kelembaban, dan kecepatan udara),
dan karakteristik alat pengering (efisiensi pemindah panas) (Buckle, 1985).
Proses pengeringan dapat
terjadi karena adanya perbedaan kelembaban udara kering dalam alat pengering
dengan bahan yang dikeringka, selain itu karena adanya perpindahan panas dari udara
kering ke bahan basah sehingga bahan basah akan menguap. Pengeringan juga dapat
terjadi karena peningkatan suhu pada tekanan 1 atm hingga mencapai 100oC
mampu mengubah keadaan air menjadi uap.
Mekanisme
pengeringan ketika benda basah dikeringkan secara termal, ada dua proses yang
berlangsung secara simultan, yaitu :
1. Perpindahan energi dari lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat di
permukaan benda padat. Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat berlangsung secara konduksi,
konveksi, radiasi, atau kombinasi dari ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh
temperatur, kelembapan, laju dan arah aliran udara, bentuk fisik padatan, luas
permukaan kontak dengan udara dan tekanan. Proses ini merupakan proses penting
selama tahap awal pengeringan ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan
yang terjadi pada permukaan padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap dari
permukaan padatan ke lingkungan melalui lapisan film tipis udara
2. Perpindahan massa air yang
terdapat di dalam benda ke permukaan
Ketika terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan temperatur sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke permukaan benda padat. Struktur benda padat tersebut akan menentukan mekanisme aliran internal air (Rohman, 2008).
Ketika terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan temperatur sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke permukaan benda padat. Struktur benda padat tersebut akan menentukan mekanisme aliran internal air (Rohman, 2008).
Bahan pangan yang dikeringkan
umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan
segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna, aroma, tekstur
dan vitamin-vitamin menjadi rusak atau berkurang. Pada umumnya bahan pangan yang
dikeringkan berubah warnanya menjadi coklat. Perubahan warna tersebut
disebabkan oleh reaksi-reaksi browning,
baik enzimatik maupun non enzimatik. Jika proses pengeringan dilakukan pada
suhu yang terlalu tinggi, maka dapat menyebabkan kerusakan vitamin C (Muchtadi,
1984).
Selain penurunan nilai gizi,
akibat dari pengeringan juga dapat terjadinya case hardening yaitu bentuk
kerusakan yang terjadi apabila penguapan air pada permukaan bahan lebih cepat
daripada difusi air dari bagian dalam keluar. Akibat dari peoses case hardening yaitu lapisan permukaan
bahan menjdi keras sehingga uap air tidak dapat menembus apabila dikeringkan
lebih lanjut.
Ditinjau
dari pergerakan bahan padatnya, pengeringan dapat dibagi menjadi dua, yaitu
pengeringan batch dan pengeringan
kontinyu. Pengeringan batch adalah
pengeringan dimana bahan yang dikeringakan dimasukan ke dalam alat pengering
dan didiamkan selama waktu yang ditentukan. Pengeringan kontinyu adalah
pengeringan dimana bahan basah masuk secara sinambung dan bahan kering keluar
secara sinambung dari alat pengering (Rohman, 2008).
Berdasarkan
kondisi fisik yang digunakan untuk memberikan panas pada sistem dan memindahkan
uap air, proses pengeringan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Pengeringan kontak langsung; menggunakan
udara panas sebagai medium pengering pada tekanan atmosferik. Pada proses ini
uap yang terbentuk terbawa oleh udara. 2) Pengeringan vakum; menggunakan logam
sebagai medium pengontak panas atau menggunakan efek radiasi. Pada proses ini
penguapan air berlangsung lebih cepat pada tekanan rendah. Dan 3) Pengeringan
beku; pengeringan yang melibatkan proses sublimasi air dari suatu material beku
(Geankoplis,
1993).
Pengeringan
yang diguankan dalam percobaan pembuatan tepung kentang yaitu tipe pengeringan batch yaitu dengan menggunakan alat
pengering tunnel dryer. Alat ini
mengalirkan udara panas diatas bahan dan dikeluarkan di ujung alat. Pengerjaan
pengeringan menggunakan tunnel dryer
menggunakan rak yang disebut tray. Tray ini berbentuk persegi dan berlubang-lubnag
seperti jala yang dirancang agar susunan tray dapat dilewati udara pengering.
Tunnel dryer berupa ruangan yang mirip dengan lorong atau
terowongan. Bahan yang dikeringkan pada lori atau kereta yang bergerak dalam
terowongan, kemudian dihebuskan oleh aliran udara panas pada suhu yang
dikendalikan sesuai dengan bahan pangan yang dikeringkan. Alat pengering lorong
atau tunnel terdiri dari terowongan
panjang, dimana makanan padat dapat berjalan bertentangan dengan udara panas,
maupun dalam arah yang sama dengan udara panas. Makanan yang keluar dari lorong
sudah menjadi kering. Alat pengering ini digunakan untuk mengeringakn bahan
pangan nabati seperti buah-buahan dan sayuran dan bahan pangan hewani seperti
ikan, udang dan lainnya yang bekerja semi kontinyu. Bahan pangan diletakan
dalam tray dan dimasukan kedalam lori, kemudian lori yang berisi tray dimasukan
kedalam alat pengering lorong atau tunnel.
Udara yang berasal dari blower dialirkan ke dalam pemanas yang dilengkapi
dengan fan dan seterusnya melalui buffle yang berfungsi untuk
menyeragamkan aliran udara panas kedalam alat pengering lorong (Effendi, 2009).
Kentang yang sudah kering dapat
digiling dengan mengguankan blander agar didapat hasil menjadi tepung. Tepung yang dihasilkan
dari proses pengeringan ukuranya tidak langsung seragam, tetapi berbeda-beda,
ada yang sudah halus dan ada juga yang masih kasar (partikel berukuran besar).
Untuk menyeragamkan ukuran partikel tepung dialkukan pengayakan dengan
menggunakan ayakan dengan ukuran lubang 100 mesh, tepung kentang yang masih
kasar terlebih dahulu di destruksi, hingga akhirnya semua tepung dapat melalui
lubang pengayak 100 mesh.
Mesh yaitu banyaknya lubang-lubang per 1 inci kuadrat,
misalnya ayakan yang digunakan pada percobaan pengayakan menggunakan screen dengan ukuran mesh, yaitu jumlah
lubang per 1 inchi kuadrat. Bila yang digunakan mesh 40 maka dalam 1 inchi
persegi terdapat 40 lubang persegi.
Berdaskan SNI yang menyatakan bahwa kehalus tepung
yang baik adalah yang lolos ayakan 212 mikron sebanyak 95%, diamana 212 mikron
merupakan ayakan dengan number mesh 70 mesh maka tepung yang dihasilkan dari
percobaan pembuatan tepung kentang sudah masuk kriteria SNI dari segi
kehalusan. Selain itu dilihat dari penampakan tepung yang dihasilakn juga masuk
kriteria SNI karena warna, aroma, dan rasa tidak ada yang menyimpanag yaitu
normal seperti halnya tepung pada umumnya.
Pengayakan merupakan pemisahan berbagai campuran
partikel padatan yang mempunyai berbagai ukuran bahan dengan menggunakan
ayakan. Proses pengayakan juga digunakan sebagai alat pembersih, pemisah
kontaminan yang ukurannya berbeda dengan bahan baku. Pengayakan memudahkan kita untuk
mendapatkan tepung dengan ukuran yang seragam. Dengan demikian pengayakan dapat
didefinisikan sebagai suatu metoda pemisahan berbagai campuran partikel padat
sehingga didapat ukuran partikel yang seragam serta terbebas dari kontaminan
yang memiliki ukuran yang berbeda dengan menggunakan alat pengayakan.
Pengayakan dengan berbagai rancangan telah banyak
digunakan dan dikembangkan secara luas pada proses pemisahan bahan-bahan pangan
berdasarkan ukuran. pengayakan yaitu pemisahan bahan berdasarkan ukuran mesin
kawat ayakan, bahan yang mempunyai ukuran lebih kecil dari diameter mesin akan
lolos dan bahan yang mempunyai ukuran lebih besar akan tertahan pada permukaan
kawat ayakan. Bahan-bahan yang lolos melewati lubang ayakan mempunyai ukuran
yang seragam dan bahan yang tertahan dikembalikan untuk dilakukan penggilingan
ulang (Suharto, 1998).
Proses saat pembuatan tepung kentang hal yang perlu
diperhatikan yaitu bahaya yang dapat mucul pada proses dan membuat mutu dari
produk tersebut menjadi kurang baik. CCP (critical
control poin) dimana merupakan bahaya yang muncul saat proses dimana perlu
ada pengendalian atau tindak lanjut agar produk yang dihasilkan sesuai dan
tidak gagal.
CCP pada proses pembuatan tepung kentang, hal-hal yang
perlu diperhatikan yaitu saat proses pencuaian harus dilakuakan dengan baik
supaya kentang bersih dan terhindar dari kotoran yang menempel yang dapat
menimbulkan bahaya saat dilakukan proses selanjutnya. Pada proses reduksi
ukuran yang harus diperhatikan yaitu saat kentang di slicer harus cepat dimasukan kedalam air hal ini dimaksudkan agar
proses pencoklatan yang terjadi dapat dicegah, sehingga hasil tepung yang
didapat menjadi putih bersih.
Tepung merupakan bahan pangan yang bersifat hidroskopis
yaitu mudah menyerap air, oleh karena itu dalam penyimpanannya harus dalam
keadaan kering. Karena apabila tepung yang kontak dengan air akan mengalami kerusakan
seperti terbentuknya gumpalan, tumbuhnya jamur atau kapang, karena kelembaban
tinggi maka baunya menjadi apek.
Peeling adalah proses pengupasan kulit pada bahan
pangan, tujuan dari peeling adalah untuk membersihkan bahan pangan dari kulit
dan kotoran yang tertempel pada kulit. Cara-cara peeling berbacam-macam yaitu
dengan pisau, dengan perebusan atau pengukusan terlebih dahulu, perendaman
dengan larutan soda kue terlebih dahulu atau perendaman dengan NaOH. Dari
keempat pelakukan tersebut memiliki waktu pengupasan berbeda-beda diantaranya
dengan pengukusan terlebih dahulu yaitu 39,7 detik, perendaman dengan soda kue
yaitu 1 menit 46 detik, perendaman dengan NaOH yaitu 2 menit 14 detik dan tanpa
pelakuakn apa-apa yaitu 3 menit 56 detik. Dari kempat cara tersebut yang paling
cepat adalah dengan pelakukan perebusan atau pengukusan terlebih dahulu karena
kentang yang sudah direbus atau dikukus akan mudah terlepas kulitnya walaupun
tanpa alat pembantu seperti pisau. Tetapi kelemahan dari pelakuan ini yaitu
daging kentanya juga mudah terangkat saat mengupas kulitnya sehingga banyak
kentang yang terbuang selain itu waktu pengupasanpun menjadi lama karena
kentang harus direbus atau dikukus terlebih dahulu. Dari segi kepraktisan
pengupasan dengan pisau yang paling mudah walaupun pengupasan ini mengakibatkan
daging kentang ikut terkupas. Dari semua pelakuan peeling menurut saya yang
paling baik adalah dengan pengukusan terlebih dahulu karena hasil pengupasannya
lebih bersih dibandingkan dengan pelakuan yang lain.
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa
cara dianataranya dengan menggunakan metode gravimetri dan metode destilasi.
Tetapi yang paling murah dan gampang dalam penentuan kadar air yaitu dengan
menggunakan cara metode gravimetri. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan
dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 1050-1100C
selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan
sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang
tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap,
dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih
rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan
dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering,
hingga mencapai berat yang konstan (Winarno,1992).
IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pembuatan tepung dari bahan
baku kentang dengan perendaman air seberat 207,5 g kentang didapat produk
tepung kentang seberat 31,2 g dengan persen produk 15 %, dengan perendaman
Na-bisulfit seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,2
g dengan persen produk 15 %, dengan blanching
(pengukusan) seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,1
g dengan persen produk 14,98 %, dan dengan perendaman Na-bisulfit dan blanching (pengukusan) seberat 207,5 g
kentang didapat produk tepung kentang seberat 30,3 g dengan persen produk 14,6
%.
4.2. Saran
Pada percobaan ini diperlukan tingkat
ketelitian akan metode percobaan yang sangat tinggi, agar hasilnya sesuai
dengan literatur yang ada. Sebelum percobaan dimulai, persiapan-persiapan
awal seperti penimbangan berat awal dari bahan baku yang akan digunakan harus
benar-benar diperhitungkan, karena ketika proses pengeringan berlangsung akan
terjadi penyusutan berat bahan, akibatnya jika dari awal berat bahan baku
kecil, maka produk tepung yang dihasilkan akan sedikit sekali. Selain itu juga
kebersihan dari alat-alat yang akan digunakan sangat penting diperhatikan, agar
bahan tidak terkontaminasi oleh benda-benda asing, karena akan mempengaruhi
penampakan akhir tepung.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2009), Pembuatan
Tepung Pisang, http://topagriculture.blogspot.com/2009/05/pembuatan-tepung-pisang.html,
accesed 2010/04/19.
Buckle, K.A, (1985), Ilmu
Pangan, Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Desrosier, N.W, (1988), Teknologi
Pengawetan Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Diputri, Yullyndra T., (2009), Pengolahan
Tepung Kentang, http://www.bbpp-lembang.info/index.php,
accesed 2010/04/19.
Effendi, M. Supli, (2009), Teknologi
Pengolahan dan Pengawetan Pangan, Penerbit Alfabet, Bandung.
Fellow, P., (1990), Food
Processing Technology Principles and Practice, Ellis Horwood, New York.
Geankoplis, Christie J., (1993), Transport Processing and Unit Operations, Prentice Hall of India Private
Limited, Delhi.
Muchtadi T, (1984), Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, Depdikbud Dirjen Fakultas Teknik Pertanian
Institut Teknologi Bogor, Bogor.
Rohman, Saepul, (2008), Teknologi
Pengeringan Bahan Makanan, http://majarimagazine.com/2008/12/teknologi-pengeringan-bahan-makanan/, accesed 2010/04/19.
Suharto, Ign, (1998), Industri
Pangan Dalam Sistem Rantai Makanan, Universitas Pasundan, Bandung.
Winarno, F.G., (1992) Kimia
Pangan dan Gizi, , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wirakartakusuma, Aman dkk., (1992), Peralatan Dan Unit Proses Industri Pangan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
kok gambarnya gak jelas?
BalasHapusTerimakasih, tulisannya....
BalasHapusUrut lengkap, bermanfaat
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
BalasHapusTerjangkau
Cost saving
Solusi
Penawaran spesial
Hemat biaya Energi dan listrik
Mengurangi mikroba & menghilangkan lumut
Salam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
1.
Coagulan, nutrisi dan bakteri
Flokulan
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Garment wash
Eco Loundry
Paper Chemical
Textile Chemical
Degreaser & Floor Cleaner Plant
2.
Oli industri
Oli Hydrolik (penggunaan untuk segala jenis Hydrolik)
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
3.
Other Chemical
RO Chemical
Hand sanitizer
Evaporator
Oli Grease
Karung
Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
Zinc oxide
Thinner
Macam 2 lem
Alat-alat listrik
Packaging
Pallet
CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
Almunium