Senin, 05 Agustus 2013

Teknologi Pengolahan Pangan (Tepung Kentang)



I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Tujuan Percobaan, dan  (3) Prinsip Percobaan.
1.1. Latar Belakang
Kentang merupakan salah satu dari 4 tanaman pokok yang banyak ditanam di dunia, dengan luas lahan sekitar 20 milyar hektar dan produksi mencapai 300 milyar ton. Sebagian besar kentang diproduksi oleh Negara-negara Eropa dan negara di Amerika Utara sedangkan produksi kentang terbesar di Asia dihasilkan oleh Cina dan India (Diputri, 2009).
Kentang sebagian besar diolah dan dikonsumsi hanya sebatas menjadi sayuran ataupun berupa olahan makanan tradisional yang dikembangkan berdasarkan kebiasaan dan resep tradisional. Namun saat ini telah dikembangkan suatu teknologi untuk meningkatkan nilai ekonomi kentang, dimana kentang diolah menjadi tepung kentang. Di Negara-negara Eropa pada khususnya, industri pengolahan kentang menjadi tepung kentang yang kemudian diolah menjadi berbagai macam produk terus dikembangkan dari metode sederhana hingga modern (Diputri, 2009).
Kentang dimanfaatkan sebagai tepung karena termasuk umbi-umbian yang banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk pati sehingga dapat dikeringkan menghasilkan tepung dengan menggunakan beberapa proses. Tetapi kelemahan dari kentang yaitu mengandung banyak air sehingga produk tepung yang dihasilkan akan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan produk tepung dari umbi-umbian lainnya.
Dibandingkan dengan bahan baku lain seperti jagung, gandum, ubi dan lainnya, tepung kentang ini memiliki kandungan protein dan lemak yang rendah, suhu gelatisasi yang rendah serta dapat disimpan dengan kandungan air yang tinggi tanpa menimbulkan bau apek. Selain itu, dibandingkan dengan tepung dengan bahan baku lainnya, tepung kentang memiliki butiran tepung yang lebih besar (Diputri, 2009).
Tepung kentang ini banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan snack, makanan bayi, mie instan, saus, makanan rendah kalori, makanan ternak. Selain itu tepung kentang ini juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik kemasan, pembalut wanita, kapsul untuk industri obat-obatan , kertas dan bahan-bahan bangunan dalam industri tekstil (Diputri, 2009).
Proses pengeringan merupakan proses pangan yang pertama kali dilakukan untuk mengawetkan makanan. Selain untuk mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak atau busuk pada kondisi penyimpanan sebelum digunakan, pengeringan pangan juga menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam pengemasan, penanganan, pengangkutan dan penyimanan, karena, dengan pengeringan bahan menjadi padat dan kering, sehingga volume bahan lebih ringkas, mudah dan hemat ruang dalam pengangkutan, pengemasan maupun penyimpanan. Di samping itu banyak bahan pangan yang dikonsumsi setelah dikeringkan, seperti teh, kopi, coklat dan beberapa jenis biji-bijian. (Wirakartakusumah, 1992).
Pengeringan bahan hasil pertanian sering dilakukan sebagai usaha pengawetan, proses pengeringan bisanya dilanjutkan dengan proses penepungan guna mengahasilkan bahan yang siap untuk diolah lebih lanjut (Desrosier, 1988).
Dengan cara pengeringan atau penepungan, bahan hasil pertanian (sayur mayur) tersebut memiliki keuntungan tersendiri, yaitu daya tahannya dapat bertahan lama, pertumbuhan mikroorganismenya dapat dihambat. Karena kebanyakan sayur mayur sifatnya mudah rusak atau busuk (Desrosier, 1988).
Proses pengeringan pada suatu bahan pangan pada umumnya dapat mengakibatkan perubahan sifat fisika dan kimianya. Warna, aroma, tekstur dan penampakan merupakan salah satu kriteria penilaian yang sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung kentang selain nilai gizinya, sehingga perlu dicari kondisi pengeringan yang optimum terhadap sifat karakteristik tepung kentang          (Desrosier, 1988).
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan pembuatan tepung adalah untuk menurunkan kadar air pada bahan pangan samapi batas tertentu sehingga meminimalkan serangan mikroorganisme, enzim, dan insekta perusak dan mengkontaminasi bahan.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan pembuatan tepung berdasarkan perpindahan panas secara konduksi dan konveksi dan berdasarkan pengurangan kadar air sampai batas tertentu dan dilanjtkan dengan proses reduksi sampai berukuran 100 mesh, sehingga bahan berbentuk tepung.


II BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Bahan-bahan yang Digunakan,
(2) Alat-alat yang Digunakan dan (3) Metode Percobaan.
2.1. Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain kentang, air, dan natrium bisulfit (NaHSO3).
2.2. Alat-alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah kompor, timbangan, baskom, pisau, slicer, piring, sendok, plastik sampel, panci, tunnel dryer, tray, blender, dan ayakan 100 mesh.
2.3. Metode Percobaan
2.3.1. Deskripsi Percobaan
1. Kentang disortasi untuk menghilangkan kotoran dan benda asing yang tertempel pada kentang.
2. Setelah kentang disortasi kemudian dilakukan trimming dimana kentang dikupas dari kulitnya.


 


Gambar 1. Trimming
3. Kentang yang telah dikupas kemudian dicuci dengan air bersih agar kotorannya hilang dan kentang menjadi bersih.


 




Gambar 2. Pencucian
4. Setelah kentang dibersihkan kemudian kentang ditimbang untuk mengetahui berat basisnya.



Gambar 3. Penimbangan Bahan
5. Kentang diris-iris tipis dengan menggunakan alat slicer agar kentang mudah untuk dikeringkan pada saat tahap pengeringan.


 



Gambar 4. Pengirisan
6. Kentang yang sudah diris dibagi 4 bagian untuk dilakukan 4 pelakuakn yaitu direndaman dengan air selama 15 menit, direndaman dengan natrium bisulfit selama 15 menit, diblanching selama 2 menit serta direndam dengan natrium bisulfit 15 menit dan  diblanching 2 menit tujuannya pelakukan ini yaitu untuk menonaktifkan enzim yang dapat menyebabkan pencoklatan pada kentang.
Kentang direndam dengan air dilakukan dalam waktu 15 menit.


 




Gambar 5. Perendaman dengan Air
Kentang direndam dengan natrium bisulfit dilakukan dalam waktu 15 menit.


 




Gambar 6. Perendaman dengan Natrium Bisulfit
Kentang yang diblanching dilakukan dalam waktu 2 menit.


 




Gambar 7. Blanching
Kentang direndam dengan natrium bisulfit selama 15 menit kemudian diteruskan dengan diblanching selama 2 menit.
7. Kentang yang dilakukan 4 pelakukan tersebut masing-masing ditiriskan dan disusun dalam masing-masing tray untuk dikeringkan.


 




Gambar 8. Penyususnan Kentang pada Tray
8. Setelah kentang disusun dalam tray kemudian dikeringakn dalam alat tunnel dryer selama 6-7 jam.


 




Gambar 9. Kentang Kering
9. Setelah kentang kering kemudian kentang di tumbuk atau dihancurkan dengan blander agar kentang kering tersebut menjadi tepung.


 




Gambar 10. Penggilingan
10. Tepung kentang yang dihasilakn kemudian diayak agar bentuk butiran tepungnya seragam.
 




Gambar 11. Penyaringan
11. Setelah tepung kentang diayak, kemudian masing-masing tepung kentang dengan pelakaukan yang berbeda-beda ditimbang. Hasil tepung yang ditimbang adalah tepung yang lolos dari ayakan.


 




Gambar 12. Penimbangan Produk
12. Setelah penimbangan dialakukan pengangamatan pada masing-masing tepung kentang tersebut mulai dari sifat organoleptik, persen produk, berat produk dan lain-lain.


2.3.2. Diagram Alir
Gambar 13. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kentang


III HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahasa mengenai: (1) Hasil Pengamtan dan
(2) Pembahasan.
3.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamtan Pembuatn Tepung Kentang
No.
Analisa
Hasil
1.
Pelakuan
Perendaman dengan Air
Perendaman dengan
Na-Bisulfit
Blanching
Perendaman dengan
Na- Bisulfit  + Blanching
2.
Nama Produk
Tepung Kentang
Tepung Kentang
Tepung Kentang
Tepung Kentang
3.
Basis
207,5 gram
207,5 gram
207,5 gram
207,5 gram
4.
Bahan Utama
Kentang
Kentang
Kentang
Kentang
5.
Bahan Tambahan
-
Natrium bisulfit
-
-
6.
Berat Produk
31,2 gram
31,2 gram
31,1 gram
30,3 gram
7.
Persen Produk
15%
15%
14,98%
14,6%
8.
Organoleptik
8.1. Rasa

8.2. Warna

8.3. Tekstur
8.4. Aroma

8.5.Penampakan

Tidak terasa kentang
Coklat kehitaman
Agak halus
Agak tercium khas kentang
Coklat kehitaman

Tidak terasa kentang
Coklat muda

Halus
Agak tercium khas kentang
Coklat muda

Terasa khas kentang
Coklat agak kusam
Kasar
Tercium khas kentang
Coklat agak kusam

Agak terasa khas kentang
Coklat kehitaman
Agak kasar
Agak tercium khas kentang
Coklat kehitaman
9.
Gambar Produk





Sumber: Kelompok III, Meja 3, (2010).
3.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pembuatan tepung dari bahan baku kentang dengan perendaman air seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,2 g dengan persen produk 15 %, dengan perendaman Na-bisulfit seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,2 g dengan persen produk 15 %, dengan blanching (pengukusan) seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,1 g dengan persen produk 14,98 %, dan dengan perendaman Na-bisulfit dan blanching (pengukusan) seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 30,3 g dengan persen produk 14,6 %.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dengan menggunakan empat pelakuan dapat disimpulkan bahwa tepung kentang yang dilakukan dengan pelakukan perendaman dengan Na-bisulfit yang paling baik dibandingkan dengan pelakukan lainnya yang dilihat dari warna, penampakan dan banyaknya produk yang dihasilkan. Dilihat dari aroma dan rasa tepung yang baik adalah tepung kentang yang dihasilkan dari pelakukan blanching karena dengan pelakukan ini aroma dan rasa kentang terasa pada tepung yang dihasilkan. Kenapa tepung kentang yang dihasilkan dari perendaman Na-bisulfit yang paling bauik karena fungsi adri Na-bisulfit itu sendiri yaitu untuk menonaktifkan enzim polifenolase yang menyebabkan pencoklatan pada kentang.
Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Prosedur pembuatan tepung sangat beragam, dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia bahan pangan. Namun, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pertama bahan pangan yang mudah menjadi coklat apabila dikupas dan kedua bahan pangan yang tidak mudah menjadi coklat (Anonim, 2009).
Tabel 2. Standar Mutu Tepung
Kriteria Uji
Satuan
Pesyaratan
Keadaan :
Bentuk
Bau
Rasa
Warna

-
-
-
-

Serbuk
Normal (bebas dari bau asing)
Normal (bebas dari bau asing)
Normal
Benda Asing
-
Tidak boleh ada
Serangga dalam semua bentuk stadia atau potongan-potongann yang tampak *)
-
Tidak boleh ada
Kehalusan lolos ayakan 212 milimikron
-
Min. 95%
Air
%,b/b
Maks, 14,5 %
Abu
%,b/b
Maks. 0,6 %
Protein (Nx5,7)
%,b/b
Min. 7,0 %
Keasaman
MgKOH/100g
Maks. 500/100 g contoh
Faling number
Detik
Min. 300
Besi (Fe)
Mg/kg
Min. 50
Seng (Zn)
Mg/kg
Min. 30
Vitamin B1 (thiamin)
Mg/kg
Min. 2,5
Vitamin B2 (riboflavin)
Mg/kg
Min. 4
Asam folat
Mg/kg
Min. 2
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Raksa (Hg)
Tembaga (Cu)

Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg

Maks 1,10
Mak. 0,05
Mak. 10
Cemaran Arsen
Mg/kg
Maks. 0,5
Cemaran Mikroba
Angka Lempeng Total
E.Coli
Kapang

Koloni/g
APM/g
Koloni/g

Maks. 10.6
Maks. 10
Maks. 10.4
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-3751-2000
Tabel 3. Kandungan Kimia Kentang
Komponen
Kadar
Air
80%
Karbohidrat
18%
Protein
2,4%
Lemak
0,1%
Vitamin C
31 mg/100gr
Kalsium (Ca)
26 mg/100gr
Fosfor (P)
49 mg/100gr
Besi (Fe)
1,1 mg/100gr
Kalium (K)
449 mg/100gr
Natrium
0,4 mg/100gr
Sumber: Diputri, (2009).
Dilihat dari kandungan air yang terdapat dalam kentang mengakibatkan tepung yang dihasilkan dalam pembutan tepung kentang ini sedikit karena banyak air yang dikelurkan pada saat pengeringan. Jadi rata-rata produk yang dihasilkan dalam pembuatan tepung yaitu 15% dari berat kentang sebelum pengeringan.
Pada umumnya, umbi-umbian dan buah-buahan mudah mengalami pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (browning enzimatis). Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh polyphenol oksidase. Untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan pangan yang akan dibuat tepung dapat dilakukan dengan mencegah sesedikit mungkin kontak antara bahan yang telah dikupas dan udara dengan cara merendam dalam air (atau larutan garam 1% dan atau menginaktifkan enzim dalam proses blansir)
(Anonim, 2009).
Percobaan yang dilakukan dalam pembutan tepung kentang yaitu menggunakan empat pelakukan yaitu perendaman dengan air, perendaman dengan Na-bisulfit, pelakukan blanching, dan perendaman dengan Na-bisulfit yang dilanjutkan dengan blanching semuanya bertujuan untuk menghambat terjadinya proses pencoklatan secara enzimatis maupun non-enzimatis sehingga tepung yang dihasilakn akan memiliki warna putih. Karena warna putih pada tepung merupakan hal yang diinginkan oleh konsumen.
Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100o C selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82–93oC selama 3–5 menit. Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3–5 menit atau mengukusnya selama 3–5 menit. Tujuan utama blansing ialah menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap panas. Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan.
Tabel 4. Perbandingan antara Steam Blancher dan Hot-Water Blancher
Peralatan
Keuntungan
Kerugian
Steam Blancher
Kehilangan komponen larut air dapat ditekan Produksi limbah lebih rendah (biaya pembuangan limbah lebih murah) Lebih mudah untuk dibersihkan
Bahan pangan hanya mengalami proses pencucian dan pembersihan secara terbatas Memerlukan biaya modal yang lebih tinggi Mungkin terjadi proses blansir yang tidak merata jika jumlah produk yang diblansir cukup besar Penggunaan energi panas dari uap panas kurang efisien
Hot-water blancher
Biaya modal lebih rendah Penggunaan energi panas dari air panas lebih efesien
Kerusakan/ kehilangan komponen larut air cukup tinggi (termasuk vitamin, mineral dan gula) Jumlah limbah dan biaya pengolahan limbah tingggi Terdapat resiko kontaminsasi bakteria, terutama bakteria termofilik
Sumber: Fellows, (1990).
Pengeringan yang dilakukan dalam pembuatan tepung kentang yaitu bertujuan untuk mengurangi kadar air kentang sampai batas tertentu sehingga kentang yang sudah kering dapat digiling sehingga berbentuk tepung yang memiliki kehalusan yaitu lolos pada ayakan 100 mesh. Berdasarkan SNI tepung yang baik adalah salah satunya memiliki kehalusan yang lolos ayakan 212 mikron sebanyak 95%. 212 mikron adalah ayakan dengan nomer mesh 70 mesh.
Sebelum penmgeringan sampel kentang terlebih dahulu di kupas dan diiris tipis dengan menggunakan slicer tujuannya untuk memperbanyak permukaan bahan sehingga mempercepat pengeringan. Banyaknya permukaan bahan mempengaruhi kecepatan pengeringan karena banyak bahan yang kontak dengan panas sehingga banyak pula air yang diuapkan. Selain itu ketebalan bahan yang akan dikeringkan juga mempengaruhi kecepatan pengeringan makin tebal bahan yang dikeringkan maka makin lama proses pengeringannya, oleh karena itu kentang dilakukan pengerisisan setipis mungkin agar pengeringan berlangsung secara cepat.
Pengeringan merupakan proses pengeluran air dari sutu bahan pangan menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pangan dapat dicegah dari serangan jamur, enzim dan aktivitas serangga. Pengeringan diartikan juga sebagai proses pemisahan atau pengeluaran air dari suatu bahan yang jumlahnya relatif kecil dengan menggunakan panas atau diartikan sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali, untuk mengeluarkan air dalam bahan pangan melalui evaporasi dan sublimasi (Effendi, 2009).
Pengeringan adalah suatu peristiwa perpindahan massa dan energi yang terjadi dalam pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan sampai batas kandungan air yang ditentukan dengan menggunakan gas sebagai fluida sumber panas dan penerima uap cairan. Pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah air dari material. Dalam pengeringan, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang dikeringkan. Material biasanya dikontakkan dengan udara kering yang kemudian terjadi perpindahan massa air dari material ke udara pengering (Rohman, 2008).
Pengeringan makanan memiliki tujuan adalah sebagai sarana pengawetan makanan. Mikroorganisme yang mengakibatkan kerusakan makanan tidak dapat berkembang dan bertahan hidup pada lingkungan dengan kadar air yang rendah. Selain itu, banyak enzim yang mengakibatkan perubahan kimia pada makanan tidak dapat berfungsi tanpa kehadiran air (Geankoplis, 1993).
Bahan pangan terdiri dari bahan kering ditambah sejumlah air. Air dalam bahan pangan merupakan bagian seutuhnya dari bahan pangan itu sendiri. Air tersebut terdapat air bebas dana air terikat. Air bebas terdapat dibagian permukaan bahan atau benda padat, diantara sel-sel maupun dalam pori-pori, air mudah teruapkan pada pengeringan. Air terikat yaitu air yang terikat secara fisik menurut system kapiler atau absorpsi karena adanya tenaga penyerapan. Air terikat secara kimia yaitu air yang berada dalam bahan dalam bentuk kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi koloid. Air terikat ini dapat berikatan dengan protein, selulosa, zat tepung, pektin, dan sebagian zat-zat yang terkandung dalam bahan pangan. Air tersebut memang sulit untuk dihilangkan, karena harus memerlukan beberapa perlakuan seperti halnya terhadap beberapa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengeringan antara lain suhu, kelembaban dan kegiatan membalik-balik bahan seperti pengeringan ikan, gabah, kopi, dan lain-lain (Effendi, 2009).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi, kadar air), pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindah panas (seperti nampan untuk pengeringan), sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban, dan kecepatan udara),  dan karakteristik alat pengering (efisiensi pemindah panas) (Buckle, 1985).
Proses pengeringan dapat terjadi karena adanya perbedaan kelembaban udara kering dalam alat pengering dengan bahan yang dikeringka, selain itu karena adanya perpindahan panas dari udara kering ke bahan basah sehingga bahan basah akan menguap. Pengeringan juga dapat terjadi karena peningkatan suhu pada tekanan 1 atm hingga mencapai 100oC mampu mengubah keadaan air menjadi uap.
Mekanisme pengeringan ketika benda basah dikeringkan secara termal, ada dua proses yang berlangsung secara simultan, yaitu :
1.      Perpindahan energi dari lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat di permukaan benda padat. Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat berlangsung secara konduksi, konveksi, radiasi, atau kombinasi dari ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan, laju dan arah aliran udara, bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan udara dan tekanan. Proses ini merupakan proses penting selama tahap awal pengeringan ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan yang terjadi pada permukaan padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap dari permukaan padatan ke lingkungan melalui lapisan film tipis udara
2.      Perpindahan massa  air yang terdapat di dalam benda ke permukaan
Ketika terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan temperatur sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke permukaan benda padat.
Struktur benda padat tersebut akan menentukan mekanisme aliran internal air (Rohman, 2008).
Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna, aroma, tekstur dan vitamin-vitamin menjadi rusak atau berkurang. Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi-reaksi browning, baik enzimatik maupun non enzimatik. Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi, maka dapat menyebabkan kerusakan vitamin C (Muchtadi, 1984).
Selain penurunan nilai gizi, akibat dari pengeringan juga dapat terjadinya case hardening yaitu bentuk kerusakan yang terjadi apabila penguapan air pada permukaan bahan lebih cepat daripada difusi air dari bagian dalam keluar. Akibat dari peoses case hardening yaitu lapisan permukaan bahan menjdi keras sehingga uap air tidak dapat menembus apabila dikeringkan lebih lanjut.
Ditinjau dari pergerakan bahan padatnya, pengeringan dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengeringan batch dan pengeringan kontinyu. Pengeringan batch adalah pengeringan dimana bahan yang dikeringakan dimasukan ke dalam alat pengering dan didiamkan selama waktu yang ditentukan. Pengeringan kontinyu adalah pengeringan dimana bahan basah masuk secara sinambung dan bahan kering keluar secara sinambung dari alat pengering (Rohman, 2008).
Berdasarkan kondisi fisik yang digunakan untuk memberikan panas pada sistem dan memindahkan uap air, proses pengeringan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:  1) Pengeringan kontak langsung; menggunakan udara panas sebagai medium pengering pada tekanan atmosferik. Pada proses ini uap yang terbentuk terbawa oleh udara. 2) Pengeringan vakum; menggunakan logam sebagai medium pengontak panas atau menggunakan efek radiasi. Pada proses ini penguapan air berlangsung lebih cepat pada tekanan rendah.  Dan  3) Pengeringan beku; pengeringan yang melibatkan proses sublimasi air dari suatu material beku (Geankoplis, 1993).
Pengeringan yang diguankan dalam percobaan pembuatan tepung kentang yaitu tipe pengeringan batch yaitu dengan menggunakan alat pengering tunnel dryer. Alat ini mengalirkan udara panas diatas bahan dan dikeluarkan di ujung alat. Pengerjaan pengeringan menggunakan tunnel dryer menggunakan rak yang disebut tray. Tray ini berbentuk persegi dan berlubang-lubnag seperti jala yang dirancang agar susunan tray dapat dilewati udara pengering.
Tunnel dryer berupa ruangan yang mirip dengan lorong atau terowongan. Bahan yang dikeringkan pada lori atau kereta yang bergerak dalam terowongan, kemudian dihebuskan oleh aliran udara panas pada suhu yang dikendalikan sesuai dengan bahan pangan yang dikeringkan. Alat pengering lorong atau tunnel terdiri dari terowongan panjang, dimana makanan padat dapat berjalan bertentangan dengan udara panas, maupun dalam arah yang sama dengan udara panas. Makanan yang keluar dari lorong sudah menjadi kering. Alat pengering ini digunakan untuk mengeringakn bahan pangan nabati seperti buah-buahan dan sayuran dan bahan pangan hewani seperti ikan, udang dan lainnya yang bekerja semi kontinyu. Bahan pangan diletakan dalam tray dan dimasukan kedalam lori, kemudian lori yang berisi tray dimasukan kedalam alat pengering lorong atau tunnel. Udara yang berasal dari blower dialirkan ke dalam pemanas yang dilengkapi dengan fan dan seterusnya melalui buffle yang berfungsi untuk menyeragamkan aliran udara panas kedalam alat pengering lorong (Effendi, 2009).
Kentang yang sudah kering dapat digiling dengan mengguankan blander agar didapat hasil menjadi tepung. Tepung yang dihasilkan dari proses pengeringan ukuranya tidak langsung seragam, tetapi berbeda-beda, ada yang sudah halus dan ada juga yang masih kasar (partikel berukuran besar). Untuk menyeragamkan ukuran partikel tepung dialkukan pengayakan dengan menggunakan ayakan dengan ukuran lubang 100 mesh, tepung kentang yang masih kasar terlebih dahulu di destruksi, hingga akhirnya semua tepung dapat melalui lubang pengayak 100 mesh.
Mesh yaitu banyaknya lubang-lubang per 1 inci kuadrat, misalnya ayakan yang digunakan pada percobaan pengayakan menggunakan screen dengan ukuran mesh, yaitu jumlah lubang per 1 inchi kuadrat. Bila yang digunakan mesh 40 maka dalam 1 inchi persegi terdapat 40 lubang persegi.
Berdaskan SNI yang menyatakan bahwa kehalus tepung yang baik adalah yang lolos ayakan 212 mikron sebanyak 95%, diamana 212 mikron merupakan ayakan dengan number mesh 70 mesh maka tepung yang dihasilkan dari percobaan pembuatan tepung kentang sudah masuk kriteria SNI dari segi kehalusan. Selain itu dilihat dari penampakan tepung yang dihasilakn juga masuk kriteria SNI karena warna, aroma, dan rasa tidak ada yang menyimpanag yaitu normal seperti halnya tepung pada umumnya.
Pengayakan merupakan pemisahan berbagai campuran partikel padatan yang mempunyai berbagai ukuran bahan dengan menggunakan ayakan. Proses pengayakan juga digunakan sebagai alat pembersih, pemisah kontaminan yang ukurannya berbeda dengan bahan baku. Pengayakan memudahkan kita untuk mendapatkan tepung dengan ukuran yang seragam. Dengan demikian pengayakan dapat didefinisikan sebagai suatu metoda pemisahan berbagai campuran partikel padat sehingga didapat ukuran partikel yang seragam serta terbebas dari kontaminan yang memiliki ukuran yang berbeda dengan menggunakan alat pengayakan.
Pengayakan dengan berbagai rancangan telah banyak digunakan dan dikembangkan secara luas pada proses pemisahan bahan-bahan pangan berdasarkan ukuran. pengayakan yaitu pemisahan bahan berdasarkan ukuran mesin kawat ayakan, bahan yang mempunyai ukuran lebih kecil dari diameter mesin akan lolos dan bahan yang mempunyai ukuran lebih besar akan tertahan pada permukaan kawat ayakan. Bahan-bahan yang lolos melewati lubang ayakan mempunyai ukuran yang seragam dan bahan yang tertahan dikembalikan untuk dilakukan penggilingan ulang (Suharto, 1998).
Proses saat pembuatan tepung kentang hal yang perlu diperhatikan yaitu bahaya yang dapat mucul pada proses dan membuat mutu dari produk tersebut menjadi kurang baik. CCP (critical control poin) dimana merupakan bahaya yang muncul saat proses dimana perlu ada pengendalian atau tindak lanjut agar produk yang dihasilkan sesuai dan tidak gagal.
CCP pada proses pembuatan tepung kentang, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu saat proses pencuaian harus dilakuakan dengan baik supaya kentang bersih dan terhindar dari kotoran yang menempel yang dapat menimbulkan bahaya saat dilakukan proses selanjutnya. Pada proses reduksi ukuran yang harus diperhatikan yaitu saat kentang di slicer harus cepat dimasukan kedalam air hal ini dimaksudkan agar proses pencoklatan yang terjadi dapat dicegah, sehingga hasil tepung yang didapat menjadi putih bersih.
Tepung merupakan bahan pangan yang bersifat hidroskopis yaitu mudah menyerap air, oleh karena itu dalam penyimpanannya harus dalam keadaan kering. Karena apabila tepung yang kontak dengan air akan mengalami kerusakan seperti terbentuknya gumpalan, tumbuhnya jamur atau kapang, karena kelembaban tinggi maka baunya menjadi apek.
Peeling adalah proses pengupasan kulit pada bahan pangan, tujuan dari peeling adalah untuk membersihkan bahan pangan dari kulit dan kotoran yang tertempel pada kulit. Cara-cara peeling berbacam-macam yaitu dengan pisau, dengan perebusan atau pengukusan terlebih dahulu, perendaman dengan larutan soda kue terlebih dahulu atau perendaman dengan NaOH. Dari keempat pelakukan tersebut memiliki waktu pengupasan berbeda-beda diantaranya dengan pengukusan terlebih dahulu yaitu 39,7 detik, perendaman dengan soda kue yaitu 1 menit 46 detik, perendaman dengan NaOH yaitu 2 menit 14 detik dan tanpa pelakuakn apa-apa yaitu 3 menit 56 detik. Dari kempat cara tersebut yang paling cepat adalah dengan pelakukan perebusan atau pengukusan terlebih dahulu karena kentang yang sudah direbus atau dikukus akan mudah terlepas kulitnya walaupun tanpa alat pembantu seperti pisau. Tetapi kelemahan dari pelakuan ini yaitu daging kentanya juga mudah terangkat saat mengupas kulitnya sehingga banyak kentang yang terbuang selain itu waktu pengupasanpun menjadi lama karena kentang harus direbus atau dikukus terlebih dahulu. Dari segi kepraktisan pengupasan dengan pisau yang paling mudah walaupun pengupasan ini mengakibatkan daging kentang ikut terkupas. Dari semua pelakuan peeling menurut saya yang paling baik adalah dengan pengukusan terlebih dahulu karena hasil pengupasannya lebih bersih dibandingkan dengan pelakuan yang lain.
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara dianataranya dengan menggunakan metode gravimetri dan metode destilasi. Tetapi yang paling murah dan gampang dalam penentuan kadar air yaitu dengan menggunakan cara metode gravimetri. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 1050-1100C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan (Winarno,1992).


IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pembuatan tepung dari bahan baku kentang dengan perendaman air seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,2 g dengan persen produk 15 %, dengan perendaman Na-bisulfit seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,2 g dengan persen produk 15 %, dengan blanching (pengukusan) seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,1 g dengan persen produk 14,98 %, dan dengan perendaman Na-bisulfit dan blanching (pengukusan) seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 30,3 g dengan persen produk 14,6 %.
4.2. Saran
Pada percobaan ini diperlukan tingkat ketelitian akan metode percobaan yang sangat tinggi, agar hasilnya sesuai dengan literatur yang ada. Sebelum percobaan dimulai, persiapan-persiapan awal seperti penimbangan berat awal dari bahan baku yang akan digunakan harus benar-benar diperhitungkan, karena ketika proses pengeringan berlangsung akan terjadi penyusutan berat bahan, akibatnya jika dari awal berat bahan baku kecil, maka produk tepung yang dihasilkan akan sedikit sekali. Selain itu juga kebersihan dari alat-alat yang akan digunakan sangat penting diperhatikan, agar bahan tidak terkontaminasi oleh benda-benda asing, karena akan mempengaruhi penampakan akhir tepung.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2009), Pembuatan Tepung Pisang, http://topagriculture.blogspot.com/2009/05/pembuatan-tepung-pisang.html, accesed 2010/04/19.
Buckle, K.A, (1985), Ilmu Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Desrosier, N.W, (1988), Teknologi Pengawetan Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Diputri, Yullyndra T., (2009), Pengolahan Tepung Kentang, http://www.bbpp-lembang.info/index.php, accesed 2010/04/19.
Effendi, M. Supli, (2009), Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan, Penerbit Alfabet, Bandung.
Fellow, P., (1990), Food Processing Technology Principles and Practice, Ellis Horwood, New York.
Geankoplis, Christie J., (1993), Transport Processing and Unit Operations, Prentice Hall of India Private Limited, Delhi.
Muchtadi T, (1984), Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, Depdikbud Dirjen Fakultas Teknik Pertanian Institut Teknologi Bogor, Bogor.
Rohman, Saepul, (2008), Teknologi Pengeringan Bahan Makanan, http://majarimagazine.com/2008/12/teknologi-pengeringan-bahan-makanan/,  accesed 2010/04/19.
Suharto, Ign, (1998), Industri Pangan Dalam Sistem Rantai Makanan, Universitas Pasundan, Bandung.
Winarno, F.G., (1992) Kimia Pangan dan Gizi, , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wirakartakusuma, Aman dkk., (1992), Peralatan Dan Unit Proses Industri Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

3 komentar:

  1. Terimakasih, tulisannya....
    Urut lengkap, bermanfaat

    BalasHapus
  2. Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.Harga
    Terjangkau
    Cost saving
    Solusi
    Penawaran spesial
    Hemat biaya Energi dan listrik
    Mengurangi mikroba & menghilangkan lumut


    Salam,
    (Tommy.k)
    WA:081310849918
    Email: Tommy.transcal@gmail.com
    Management
    OUR SERVICE
    1.
    Coagulan, nutrisi dan bakteri
    Flokulan
    Boiler Chemical Cleaning
    Cooling tower Chemical Cleaning
    Chiller Chemical Cleaning
    AHU, Condensor Chemical Cleaning
    Chemical Maintenance
    Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
    Garment wash
    Eco Loundry
    Paper Chemical
    Textile Chemical
    Degreaser & Floor Cleaner Plant

    2.
    Oli industri
    Oli Hydrolik (penggunaan untuk segala jenis Hydrolik)
    Rust remover
    Coal & feul oil additive
    Cleaning Chemical
    Lubricant
    3.
    Other Chemical
    RO Chemical
    Hand sanitizer
    Evaporator
    Oli Grease
    Karung
    Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
    Zinc oxide
    Thinner
    Macam 2 lem
    Alat-alat listrik
    Packaging
    Pallet
    CAT COLD GALVANIZE COMPOUND K 404 CG
    Almunium

    BalasHapus