I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2)
Tujuan Percobaan, dan (3) Prinsip
Percobaan.
1.1. Latar Belakang
Wortel (Daucus
carota) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi yang biasanya berwarna jingga
atau putih dengan tekstur serupa kayu. Bagian yang dapat dimakan dari wortel
adalah bagian umbi atau akarnya. Wortel adalah tumbuhan biennial (siklus hidup
12 - 24 bulan) yang menyimpan karbohidrat dalam jumlah besar untuk tumbuhan
tersebut berbunga pada tahun kedua. Batang bunga tumbuh setinggi sekitar 1 m,
dengan bunga berwarna putih (Anonim, 2010).
Salah satu
sifat sayuran adalah cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya penanganan
lepas panen. Untuk memperpanjang umur simpannya dapat dilakukan dengan berbagai
pengolahan, misalnya acar, saeurkraut, sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain.
Sayuran ini diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagai zat pengawetnya.
Proses pembuatanya sebenarnya tidak berbeda jauh berbeda dengan sayur asin,
hanya saja sayurannya setelah layu diiris tipis-tipis (Buckle, 2007).
Garam digunakan
manusia sebagai salah satu metoda pengawetan pangan yang pertama dan masih
dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Garam
digunakan secara luas dalam pengawetan produk-produk sayuran, dimana mentimun,
kubis dan bawang merupakan contoh-contoh yang penting dimasyarakat barat. Garam
adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging dan bahan pangan
lainnya di indonesia.
Garam memberi
sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar.
Pertama-tama garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada
mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroba pembusuk atau proteollitik dan juga
pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam
yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%)
(Buckle, 2007).
(Buckle, 2007).
Garam juga
mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh racunnya. Beberapa
organisme seperti bakteri halofilik dapat tumbuh dalam larutan garam yang
hampir jenuh, tetapi mikroorganime ini membutuhkan waktu penyimpanan yang lama
untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan.
1.2. Tujuan
Percobaan
Tujuan percobaan pembuatan sauerkraut
adalah untuk mengawetkan produk sayuran sehingga dapat memperpanjang umur
simpan sayur dengan cara memberikan garam sebagai pengawet. Selain itu untuk
menjamin agar sayuran tiap saat ad dalam berbagai pilihan baik segar, utuh
maupun telah diolah.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan pembuatan sauerkraut
adalah berdasarkan pada pengirisan sayuran dan dicampur dengan sejumlah garam
yang kemudian difermentasi selama 1 minggu sehingga terbentuk asam laktat oleh
bakteri asam laktat.
II BAHAN, ALAT DAN METODE
PERCOBAAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Bahan-bahan yang
Digunakan,
(2) Alat-alat yang Digunakan dan (3) Metode Percobaan.
(2) Alat-alat yang Digunakan dan (3) Metode Percobaan.
2.1. Bahan-bahan yang
Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara
lain wortel dan garam.
2.2. Alat-alat yang
Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah
timbangan, jar, pisau, plastik, piring, talenan dan alat inkubasi.
2.3. Metode Percobaan
2.3.1. Deskripsi Percobaan
1.
Wortel yang akan digunakan dibersihkan dengan cara dicuci dengan air bersih.
Gambar 1. Pencucian
2. Setelah wortel bersih kemudian diiris-iris
tipis, sehingga membentuk seperti batang korek api.
Gambar 2. Pengirisan
3.
Irisan wortel kemudian dicampurkan dengan garam dengan cara diaduk hingga
merata.
Gambar 3. Pencampuran
4.
Setelah irisan wortel dicampurkan dengan garam kemudian disusun dalam jar. Jar
yang digunakan sebelumnya disterilisasi dengan cara direbus dalam air mendidih.
Pengisisn jar harus benar-benar rapat sehingga tidak ada ruang.
Gambar 4. Sterilisasi Jar
Gambar 5. Pengisian Irisan
Wortel pada Jar
5. Wortel yang telah dikemas dalam jar kemudian difermentasi pada
suhu 27oC selama 1 minggu.
6. Setelah difermentasi, dihasilkan saeurkrout kemudian dipisahkan antara
padatan dengan cairannya, kemudian ditimbang hasilnya dan diamati.
2.3.2. Diagram Alir
Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Sauerkrout Wortel
III HASIL PERCOBAAN DAN
PEMBAHASAN
Bab ini akan membahasa mengenai: (1)
Hasil Pengamtan dan
(2) Pembahasan.
(2) Pembahasan.
3.1. Hasil Pengamatan
Tabel
1. Hasil Pengamtan Pembuatn Sauerkraurt
Wortel
No.
|
Analisa
|
Hasil
|
1.
|
Nama Produk
|
Sauerkraurt Wortel
|
2.
|
Basis
|
150 gram
|
3.
|
Bahan Utama
|
Wortel
|
4.
|
Bahan Tambahan
|
Garam
|
5.
|
Berat Produk
|
145 gram
|
6.
|
Persen Produk
|
96,67 %
|
7.
|
Organoleptik
7.1. Rasa
7.2. Warna
7.3. Tekstur
7.4. Aroma
7.5.Penampakan
|
Asam
Orange kusam
Lembek
Asam menyengat
Tidak menarik
|
8.
|
Gambar Produk
|
|
Sumber: Kelompok III, Meja 3, (2010).
3.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan
didapat bahwa sauerkraurt wortel dari berat basis 150 gram menghasilkan berat
produk sebanyak 145 gram dengan persen produk 96,67%.
Sauerkraut adalah
suatu produk sayuran dengan menggunakan bahan garam serta diawetkan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi mutu sayur asin atau disebut juga dengan saeurkraut dalam
proses pengolahannya adalah konsentrasi garam, suhu, dan lama fermentasi, jenis
mikroba fermentasi dan mutu bahan baku atu kebersihan alat yang digunakan
(Netti, 1999).
Tabel
2. Syarat Mutu Sauerkraut dalam Kemasan
No
|
Kriteria
Uji
|
Satuan
|
Persyaratan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Keadaan kemasan sebelum dan sesudah pengeraman
Keadaan :
2.1 Bau
2.2 Rasa
2.3 Warna
2.4 Tekstur normal
Bahan-bahan asing (pasir, tangkai dan bongkol ati yang tidak terpotong,
serangga)
Bobot tuntas,
Jumlah asam dan asam yang mudah menguap
5.1 asam total (dihitung sebagai asam laktat)
5.2 asam yang mudah
menguap (dihitung ebagai asam asetat),
NaCl,
Cemaran logam :
7.1 timbal (Pb),
7.2 tembaga (Cu),
7.3 seng (Zn),
7.4 timah
(Sn),
Arsen (As),
Cemaran
mikroba,
Angka lempeng
total
|
% b/b
% b/b
% b/b
% b/b
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Koloni/g
|
Normal
Normal dan khas sauerkraut
Normal dan khas sauerkraut
Normal dan khas sauerkraut
Tidak boleh ada
min 60
1 – 2
maks. 0,3
maks. 2,5
maks. 10,0
maks. 30,0
maks. 40,0
maks. 40,0/250*)
maks. 2,0
maks. 2,0
maks. 1,0 x 102
|
Sumber : Standar Nasional Indonesia (1992)
Dilihat dari SNI sayerkraout yang dihasilkan tidak memnuhi syarat
berdasarkan keadaan dari produk yaitu pada produk yang dihasilakan warnanya
kusam, baunya sudah tidak khas wortel lagi, dan teksturnya lembek.
Sauerkraut (kol asam)
adalah makanan Jerman
dari kubis
yang diiris halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat,
seperti Leuconostoc, Lactobacillus
dan Pediococcus.
Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini
terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam
sayuran berfermentasi (Anonim, 2010).
Sayuran ini diolah dengan cara peragian dan
menggunakan garam sebagi zat pengawetnya. Proses pembuatannya sebenarnya tidak
begitu jauh berbeda dengan sayur asin, hanya saja sayurannya setelah layu
diiris tipis-tipis. Tujuan pengolahan ini selain mengawetkan sayuran juga dapat
meningkatkan rasa sayuran itu (Anonim, 2010).
Pada proses pembuatan sauerkraut
ditambahkan garam, dimana garam memiliki peranan penting dalam fermentasi asam
laktat. Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayur-sayuran. Zat
gizi tersebut (terutama gula) melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri
asam laktat yang telah terdapat dipermukaan sayuran. Selain itu garam
bersama-sama dengan asam yang dihasilkan dalam fermentasi asam laktat
menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan
jaringan sayuranyang disebabkan oleh kerja enzim. Hal ini juga disebutkan bahwa
garam ,menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri yang tidak diinginkan dalam
fermentasi asam laktat seperti proteolitik, bakteri pembentuk spora yang aerob
dan anaerob dan adanya penambahan garam dalam fermentasi asam laktat akan
merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Konsentrasi garam yang cukup akan
memungkinkan pertumbuhan bakteri asam laktat (Netti, 1999).
Fermentasi sayur-sayuran alamiah
lainnya dengan adanya garam, garam ini akan menghambat organisme pembusuk dan
memungkinkan pertumbuahan berikutnya dari penghasil-penghasil asam utama
seperti Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cerevisiae, Lactobacillus
plantarum. Keluarnya karbondioksida yang cepat selama tahap permulaan dari
fermentasi memberikan kondisi anaerobik untuk organisme-organisme yang
diinginkan. Kadar asam antara 1,5 - 1,7 % sudah cukup dilihat dari segi
organoleptik, tetapi pemanasan dibutuhkan untuk stabilitas terhadaap
mikroorganisme selama penyimpanan (misalnya dalam kaleng atau tutup botol
tertutup (Buckle, 2007).
Dalam fermentasi asam laktat, glukosa
dioksidasi menjadi asam fosfofenol piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam
piruvat dan kemudian dirubah kembali menjadi asam laktat melalui proses
oksidasi reduksi dengan menggunakan DPNH + H+ sebgai donor elektron
(Winarno, 1992).
Pembusukan saeurkraut dapat disebabkan
karena pertumbuhan kapang dan khamir. Sedangkan penyimpanan cita rasa produk
yang dihasilakan oleh proses fermentasi berjalan secara abnormal, yang mempengaruhi
faktor terjadinya perubahan cita rasa adalah suhu, kadar garam dan laju
fermentasi (Netti,1999).
Kecepatan fermentasi turut dipengaruhi
oleh kasar medium. Pada umumnya makin tinggi konsentrasi garam makin lambat
proses fermentasi. Untuk fermentasi pendek sebaiknya digunakan larutan garam
5-10% garam agar laju fermentasi berkisar antara sedang dan cepat. Laju
fermentasi yang lambat pada 600C (15% garam) umumnya digunakan pada
pembuatan mentimun asin secara komersial, karena produk yang diperoleh lebih keras
dan mutunya lebih baik. Konsentrasi medium melebihi 20% tidak dianjurkan karena
menghasilkan produk yang keriput dan menyebabkan bakteri yang tumbuh adalah
bakteri halofilik atau bahkan fermentasi tidak berlangsung sama sekali
(Setianto, 2009).
Produk sauerkraout mmeiliki daya
simpan yang panjang, selain karena penambahan garam, dipengaruhi juga oleh
bakteri asam laktat yang ada selam proses fermentasi. Produk fermentasi
memiliki cita rasa yang khas yang lebih disukai dan mengalami peningkatan
kandungan gizi. Selain itu sayur yang difermentasi dapat menghambat P. aeruginosa dan S. aureus yang merupakan bakteri patogen.
IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan
membahas mengenai: (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan
didapat bahwa sauerkraurt wortel dari berat basis 150 gram menghasilkan berat
produk sebanyak 145 gram dengan persen produk 96,67%.
4.2.
Saran
Sebaiknya saat dilakukan
proses pengirisan mentimun harus menggunakan pisau yang bersih dan tidak
berkarat agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diinginkan serta
pengisian sayur ke dalam jar ukurannya harus disesuaikan dan tidak boleh ada
celah yang kosong supaya tidak ada udara yang akan terperangkap di dalamnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, (2010), Sauerkraout, http://www.wikipedia.org/wiki/sauerkraout,
accesed 2010/05/01.
Anonim, (2010), Sauerkraout, http://www.warintek.ristek.go.id/pangan
/buah%20dan%20sayursayuran/sauerkraut.pdf, accesed
2010/05/01.
Buckle, K.A, (2007), Ilmu Pangan,
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Netti Winarni, (1999), Pengaruh Penambahan Garam, L acidophillus,
garam+L. Acidophillus dan lama Fermentasi terhadap pembuatan Saeurkraut kubis,
Teknologi Pangan Unpas, Bandung.
Setianto, (2009), Saeurkrauot, diambil dari http://www.scribd.com/doc/24061691/TBS-LapoRan,
accesed 2010/05/01.
Winarno, F.G., (1992), Kimia Pangan
dan Gizi, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
look at this web-site Lace Wigs,wigs for women,human hair wigs,wigs,Lace Wigs,wigs for women,cheap wigs,human hair toppers,cheap wigs human hair you can look here
BalasHapus