Kamis, 14 Maret 2013

Teknologi Pengolahan Pangan (Yoghurt)

I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Tujuan Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.
1.1. Latar Belakang
Susu merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan gula, garam-garam mineral, dan protein dalam bentuk koloid. Susu mempunyai warna putih kekuningan dengan rasa air susu adalah asin agak manis. Rasa manis ini berasal dari laktosa, sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya. pH susu segar yaitu antara 6,6 sampai 6,7 dan nilai pH ini akan turun jika terjadi pengasaman yang cukup banyak akibat aktivitas bakteri (Buckle, 2007).
Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal susu. Misalnya lemak susu, casein. Laktosa yang disintesa oleh alveoli dalam kambing, tidak terdapat di tempat lain manapun dalam tubuh sapi (Muchtadi,1992).
Susu segar merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Nilai gizinya yang tinggi juga menyebabkan susu merupakan medium yang sangat disukai oleh mikrooganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar (Saleh, 2004).
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mencegah kerusakan pada susu adalah dengan cara pemanasan (pasteurisasi) baik dengan suhu tinggi maupun suhu rendah yang dapat diterapkan pada peternak. Dengan pemanasan ini diharapkan akan dapat membunuh bakteri patogen yang membahayakan kesehatan manusia dan meminimalisasi perkembangan bakteri lain, baik selama pemanasan maupun pada saat penyimpanan (Saleh, 2004).
Proses pengolahan susu bertujuan untuk memperoleh susu yang beraneka ragam, berkualitas tinggi, berkadar gizi tinggi, tahan simpan, mempermudah pemasaran dan transportasi, sekaligus meningkatkan nilai tukar dan daya guna bahan mentahnya. Proses pengolahan susu selalu berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu dibidang tekologi pangan. Dengan demikian semakin lama akan semakin banyak jenis produk susu yang dikenal. Hal ini sangat menggembirakan dan merupakan langkah yang sangat tepat untuk mengimbangi laju permintaan pasar (Saleh, 2004).
Banyak jenis bahan makanan yang dapat dibuat dari bahan baku susu. Antara lain jenis produk susu yang sudah dikenal dikalangan masyarakat adalah es krim, susu bubuk, susu kental, mentega, yoghurt yang dihasilkan melalui proses homogenisasi, sterilisasi, pasteurisasi dan fermentasi (Saleh, 2004).
Yoghurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu yang paling tua dan cukup popular diseluruh dunia. Bentuknya mirip bubur atau es krim tetpi rasanya agak asam. Kata yoghurt berasal dari kata Turki yaitu jugurt yang berarti susu asam. Sejak zaman dahulu yoghurt telah dikenal luas di dunia, terbukti dari adanya berbagai nama yang digunakan untuk menyebut produk ini
(Anjasari, 2010).
Yoghurt adalah bahan makanan yang berasal dari susu sapi, yang merupakan hasil pemeraman susu dalam bentuk mirip bubur atau es krim yang mempunyai rasa agak asam sebagai hasil fermentasi oleh bakteri-bakteri tertentu. Pembuatannya telah berevolusi dari pengalaman beberapa abad yang lalu dengan membiarkan susu yang tercemar secara alami menjadi masam pada suhu tinggi, mungkin sekitar 40-50°C. Akhir-akhir ini ditemukan pula bahwa yoghurt dapat pula dibuat dari susu skim, full cream atau bahkan dari kacang kedelai (disebut Soyghurt) (Saleh, 2004).
Yoghurt lebih mudah dicerna didalam perut dibandingkan susu biasa. Selain itu yoghurt juga mengandung nilai pengobatan terhadap lambung dan usus yang terluka, kadar kolestrol didalam darah dapat diturunkan dengan mengkonsumsi yoghurt, sehingga dapat mencegah terjadinya penyumbatan pembuluh darah (atherosklerosis). Yoghurt sangat sesuai dikonsumsi oleh penderita defisiensi enzim laktase dalam tubuhnya (lactose intolerance), dimana tubuh tidak mampu mengubah laktose menjadi glukosa dan galaktosa. Kelainan ini mengakibatkan timbulnya sakit perut dan diare setelah mengkonsumsi susu. Dengan mengkonsumsi yoghurt kejadian tersebut tidak perlu terjadi. Yoghurt mempunyai kandungan protein lebih daripada susu sapi, tetapi mempunyai lemak yang lebih rendah. Hal ini tentu sangat bermanfaat bagi orang yang ingin melakukan diet (Saleh. 2004).
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk diversifikasi produk olahan susu, salah satu cara pengawetan susu, meningkatkan nilai ekonomis, dan untuk mengetahui proses pembuatan yoghurt.
1.1 Prinsip Percobaa
Prinsip percobaan ini adalah berdasarkan penambahan bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus) yang memproduksi asam laktat sehingga menggumpalkan kasein dimana protein dari susu akan rusak atau terdenaturasi.

II BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN
Bab ini akan membahas mengenai : (1) Bahan-bahan yang Digunakan, (2) Alat-alat yang Digunakan dan (3) Metode Percobaan.
2.1. Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah susu segar, susu skim, dan starter (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus).
2.2. Alat-alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah gelas ukur, timbangan, gelas kimia, termometer, erlenmeyer, kompor, dan pH meter
2.3 Metode Percobaan
2.3.1. Deskripsi Percobaan
1. Susu segar yang akan dibuat menjadi yoghurt terlebih dahulu diukur volumenya untuk untuk menentukan volume bahannya.
2.. Susu segar dipasteurisasi pada suhu 70oC selama 15 menit. Pada saat susu dipasteurisasi ditambahkan susu skim yang terlebih dahulu diencerkan.
3. Susu yang telah dipasteurisasi didinginkan sampai suhunya mencapai 45oC. Pendinginannya dilakukan dengan cara wajan yang terdapat susu disimpan diatas tempat yang terdapat air dingin.
4. Susu yang telah didinginkan kemudian diinokulasi dengan ditambahkan stater (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus). Setelah susu diinkolasi kemudian dimasukan kedalam labu erlemeyer.
5. Susu yang telah ditambahkan stater kemudian diukur pH nya untuk mengetahui pH awal sebelum susu difermentasi.
6. Susu kemudian difermentasi dalam alat inkubasi pada suhu 40-45oC selama 4 jam.
7. Setelah susu difermentasi kemudian dilakukan pengukuran pH akhir untuk mengetahui apakah pH nya berubah atau tidak. Sebelum diukur pH nya susu yang telah difermentasi diaduk terlebih dahulu.
8. Setelah diukur pH nya yoghurt disaring dan diukur volume produknya. Setelah diukur produk yoghurt yang dihasilkan kemudian diamti sifat organoleptiknya.

III HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahasa mengenai: (1) Hasil Pengamtan dan
(2) Pembahasan.
3.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamtan Pembuatn Yoghurt
No. Analisa Hasil
1. Nama Produk Yoghurt
2. Basis 1000 ml
3. Bahan Utama Susu
4. Bahan Tambahan Susu skim dan stater (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus)
5. Berat Produk 970 ml
6. Persen Produk 97 %
7. Organoleptik
7.1. Rasa
7.2. Warna
7.3. Tekstur
7.4. Aroma
7.5.Penampakan
Asam
Merah muda
Lembut
Aroma khas yoghurt
Menarik

3.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan yoghurt dari berat basis sebanyak 1000 ml didapat hasil berat produk 970 ml dengan persen produk 97%. Berdasarkan hasil pengamatan organoleptik didapat bahwa rasa yoghurt berasa asam, berwarna merah muda, bertekstur lembut, beraroma khas yoghurt, dan penampakannya menarik.
Definisi yoghurt berdasarkan SNI 01-2981-1992 adalah produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi kemudian difermentasi dengan bakteri tertentu sampai diperoleh keasaman bau dan rasa yang khas, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan.
Tabel 2. Syarat Mutu Yoghurt
Kriteria Uji Satuan Syarat Mutu
Keadaan :
Penampakan
Bau
Rasa
Konsistensi
-
-
-
-
Kental
Normal
Asam
Homogen
Lemak % b/b Maks 3,8
BKTL % b/b Min 8,2
Protein (Nx6,37) % b/b Min 3,5
Abu % b/b Maks 1,0
Asam laktat % b/b 0,5-0,2
Cemaran Logam:
Pb (timbal)
Cu (tembaga)
Zn (seng)
Sn (Timah)
Hg (raksa)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks 0,3
Maks 20,0
Maks 40,0
Maks 40,0
Maks 0,03
Arsen mg/kg Maks 0,1
Cemaran Mikroba :
Coliform
E. coli
Salmonella
APM/g
APM/g
Maks 10
< 3
-/100g
Sumber : SNI 01-2981-1992.
Berdasarkan perbendingan dengan SNI yoghurt yang dihasilkan memenuhi syarat bila dilihat dari keadaannya yang memiliki rasa asam, aromanya normal, dan penampakannya yang kental. Tetapi dilihat dari kandungan gizi, pencemaran logam, dan pencemaran mikroba produk harus dilakukan pengujian yang lebih lanjut untuk mengetahui apakah memeuhi syarat bila dilihat dari kriteria tersebut.
Warna yoghurt yang asli adalah warnanya putih kekuningan, tetpi dilihat dari tabel hasil pengamatan berwarna merah muda karena pada saat perakteknya yoghurt ditambahkan esens strawberi sehingga warnanya berubah, selain warna rasa dan aroma juga akan berubah, tetapi karena penambahan esens sedikit maka aroma dan rasa tidak berpengaruh. Selain ditambahkan esens dalam perakteknyapun ditambahkan gula pasir sehingga rasa asam dari yoghurt yang dihasilkan tidak terlalu asam.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah susu segar. Susu segar merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Dalam hal ini susu segar merupakan bahan utama pembuatan yoghurt yang pemakainnya hamper 95%, selain itu susu merupakan tempat perkembangbiakan stater (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus). Susu juga merupakan sumber laktosa yang akan dirubah oleh stater menjadi asam laktat sehingga yoghurt yang dihasilkan akan memiliki cita rasa yang asam (Saleh, 2004).
Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal setelah diambil krim atau kepala susunya. Susu skim sering disebut sebagai susu tanpa lemak atau susu bebas lemak. Hal ini dikarenakan kandungan lemaknya sangat rendah, maksimal 1% namun kandungan laktosa dan proteinnya sangat tinggi (sekitar 49,2% dan 37,4%) serta kandungan kalorinya rendah. Susu bubuk skim biasanya ditambahkan dalam produk susu untuk menambah nilai nutrisi dan memperbaiki cita rasa (Susilorini, 2006).
Dalam pembuatan yoghurt, penambahan skim ke dalam bahan baku (susu segar) dimaksudkan untuk meningkatkan BKTL (Bahan Kering Tanpa Lemak). Kandungan BKTL harus ditingkatkan dalam pembuatan yogurt, agar produk akhir memiliki tekstur, aroma yang sempurna, konsistensi yoghurt lebih dan meningkatkan nilai gizi yoghurt (Anjasari, 2010).
Stater yang digunakan adalah kultur campuran antara Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus (kultur botol). Lactobacillus bulgaricus dapat menghasilkan asam laktat antara 2 – 4%. Spesies ini tidak akan tumbuh pada suhu dibawah 15°C, tetapi akan berkembang sangat baik pada suhu 37,8°C sampai 43,3°C. Streptococcus thermophilus merupakan bakteri berbentuk bulat dan sering tumbuh dalam bentuk rangkaian. Bakteri ini dapat diklasifikasikan sebagai bakteri heterofermentatif dan termofil. Perbedaannya dengan Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri ini lebih menyukai keasaman yang lebih tinggi yaitu pH 6,5 (Fardiaz, 1992).
Penggunaan dua jenis bakteri ini secara bersamaan adalah: 1) membentuk asam lebih cepat, 2) jumlah asam laktat yang diproduksi lebih banyak,3) konsistensi koagulum, dan 4) intensitas cita rasa (flavor) lebih baik
(Anjasari, 2010).
Prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan cara penambahan bakteri-bakteri Laktobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Dengan fermentasi ini maka rasa yoghurt akan menjadi asam, karena adanya perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh bakteri-bakteri tersebut (Saleh, 2004).
Kedua macam bakteri yang digunakan akan menguraikan laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan menjadi berbagai komponen aroma dan cita rasa. Lactobacillus bulgaricus lebih berperan pada pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermopillus lebih berperan pada pembentukan cita rasa yoghurt. Yoghurt yang baik mempunyai total asam laktat 0,85-0,95% (Anjasari, 2010).
Susu dipanaskan hingga mencapai suhu 850C selama kurang lebih 25-30 menit sambil dilakukan pengadukan agar air susu tidak pecah. Tujuan pemanasan adalah untuk membunuh mikroorganisme patogen dalam air susu serta untuk membunuh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus sehingga tidak terjadi kompetisi sewaktu proses terjadinya fermentasi (Buckle, 2007).
Tujuan pasteurisasi yaitu: 1) mendenaturasi protein whei, 2) mereduksi kandungan mikroba awal di dalam susu, 3) mengurangi jumlah oksigen agar tercipta kondisi mikroba aerofilik, dan 4) mendenaturasi protein susu sampai batas-batas tertentu, sehingga dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh kultur yoghurt (Anjasari, 2010).
Pendinginan pada susu yang telah dipasteurisasi dilakukan untuk menurunkan suhu air susu sampai turun menjadi 40-45oC. Pendinginan terhadap susu yang telah dipanaskan bertujuan untuk memberikan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan bakteri stater (Anjasari, 2010).
Apabila susu telah mencapai suhu ± 450C kemudian ditambahkan starter. Starter yang digunakan yaitu starter botol sehingga akan dihasilkan yoghurt dengan tekstur yang lembut dan kental. Dengan demikian starter yang digunakan akan berpengaruh terhadap tekstur yoghurt yang dihasilkan. Campuran susu dan starter diaduk sampai rata dengan tujuan agar starter dapat memfermentasi adonan semaksimal mungkin dan untuk mempercepat keasaman.
Fermentasi dilakukan pada suhu 40-45oC. Suhu tersebut merupakan suhu optimum pertumbuhan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcuc thermopillus. Tujuan fermnetasi adalah untuk menumbuhkan bakteri pembentuk asam yang bias menguraikan laktosa menjadi asam laktat. Waktu fermentasi tergantung pada keasaman yang diinginkan terhadap produk akhir. Apabila waktu fermentasi kurang, maka yoghurt yang diperoleh rasa asam yang kurang dan sebaliknya waktu fermentasi yang terlalu lama akan mempunyai rasa asam yang kuat. (Anjasari, 2010).
Streptococcus thermopillus memulai fermentasi laktosa menjadi asam laktat, dan menyebabkan penguraian protein susu menjadi enzim proteolitik. Hal ini menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus yang mulai berkembang bila pH menurun sampai kira-kira 4,5 (Anjasari, 2010).
Mekanisme pembentukan asam laktat pada saat fermentasi yoghurt adalah pada awal fermentasi laktosa pertama-tama laktosa berubah menjadi laktosa fosfat. Bila laktosa terurai, terbentuk galktosa dalam bentuk galaktosa-6-fosfat dan glukosa sebagai glukosa-6-fosfat. Laktosa fosfat kemudian dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa-6-fosfat oleh enzim β-fosfogalaktosidase. Laktosa difosforilasi sebelum terurai menjadi dua senyawa heksosa. Galaktosa dapat difosforilasi dan berubah menjadi glukosa-6-fosfat oleh enzim uridinfosfogalaktosa-4-epimerase menjadi glukosa-6-fosfat. Glukosa-6-fosfat inilah yang kemudian masuk ke jalur glikolisi untuk dimetabolisme menjadi asam laktat melalui aktivitas dari enzim laktat yang dihasilkan oleh Streptococcus thermopillus maupun Laktobacillus bulgaricus (Anjasari, 2010).
Tekstur yoghurt yang dihasilkan memiliki kekentalan dimana kekentalan tersebut diakibakan dari penggumpalan protein. Penggumpalan protein diakibatkan oleh pemanasan selain itu penambahan susu skim juga dapat membentuk tekstur yang kental, selain itu juga keasaman meningkat menyebabkan protein susu untuk membuatnya padat. keasaman meningkat (pH 4-5) juga menghindari proliferasi bakteri patogen yang potensial. Tetapi kekentalan yang dihasilkan tidak terlalu kental, untuk mendapatkan kekentalan yang tinggi pada yoghurt digunakan bahan pengental pada saat prosesnya (Wardhanu, 2009).
Karena struktur laktosa yoghurt dirusak, maka yoghurt bisa dikonsumsi orang yang alergi terhadap susu. Yoghurt kaya dengan vitamin B. Kandungan mineral pada yoghurt khususnya kalsium, fosfor, dan kalium meningkat. Sebaliknya kandungan lemak yoghurt menjadi lebih rendah dibandingkan dengan susu segar (Wardhanu, 2009).
Kerusakan yoghurt disebabkan oleh mikroflora yang tahan asam (kapang dan kamir) karena yoghurt merupakan minuman berasam tinggi. Ciri-ciri yoghurt yang rusak adalah: encer, mempunyai bau yang menyimpang dari bau yoghurt atau membusuk, timbul gas, tumbuh jamur atau kapang pada permukaan yoghurt (Saleh, 2004).
Untuk menghindari kerusakan yoghurt yang telah dikemas disimpan dalam freezer pada suhu 0 - 100C bertujuan untuk mengurangi kontaminasi mikroba yang mudah berkembang biak pada yoghurt yang disimpan pada suhu kamar, untuk menghambat pembentukan asam yang berlebih, serta dapat mempertahankan daya tahan yoghurt sampai beberapa hari (Anjasari, 2010).
Proses saat pembuatan yoghurt hal yang perlu diperhatikan yaitu bahaya yang dapat mucul pada proses dan membuat mutu dari produk tersebut menjadi kurang baik. CCP (critical control poin) dimana merupakan bahaya yang muncul saat proses dimana perlu ada pengendalian atau tindak lanjut agar produk yang dihasilkan sesuai dan tidak gagal.
CCP pada proses pembuatan yoghurt, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu pada saat proses inokulasi dan fermentasi. Proses inokulasi harus dilakukan pada suhu 40-45oC agar stater tumbuh dengan optimum, karena apabila inokulasi dilakukan terlalu panas akan mengakibatkan stater tidak akan tumbuh atau mati. Selain itu pada saat inokulasi tidak dilakukan sambil bercakap-cakap atau bergurau, untuk menghindari masuknya kotoran maupun bakteri-bakteri yang tidak diinginkan dari dalam mulut kedalam yoghurt, sehingga pembuatan yoghurt akan memberikan hasil yang kurang baik.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam pembuatan yoghurt adalah proses fermentasi dimana suhu dan waktu fermentasi harus dilakukan secara tepat. Jika suhu yang digunakan terlalu rendah bakteri berkembangbiak lambat atau tidak sama sekali. Sementara jika suhu terlampau tinggi bakteri bisa rusak dan mati. Disamping itu, mikroba berbeda yang kondisi optimumnya di suhu lebih tinggi atau rendah akan tumbuh dan berkembang biak di suhu tersebut sehingga jumlahnya dapat menyusul bahkan menyisihkan bakteri yoghurt semula. Akibatnya, rasa yoghurt lambat laun akan berubah dan kualitasnya menurun. Sehingga pengontrolan suhu harus dilakukan dan juga mengencekan pH harus dilakukan agar pH yoghurt atau keasamannya sesuai yang diinginkan.

IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan yoghurt dari berat basis sebanyak 1000 ml didapat hasil berat produk 970 ml dengan persen produk 97%. Berdasarkan hasil pengamatan organoleptik didapat bahwa rasa yoghurt berasa asam, berwarna merah muda, bertekstur lembut, beraroma khas yoghurt, dan penampakannya menarik.
4.2. Saran
Dalam proses pembuatan yoghurt , sebaiknya tidak dilakukan sambil bercakap-cakap atau bergurau, untuk menghindari masuknya kotoran maupun bakteri-bakteri yang tidak diinginkan dari dalam mulut kedalam yoghurt, sehingga pembuatan yoghurt akan memberikan hasil yang kurang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Anjasari, Bonita, (2010), Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
Buckle, (2007), Ilmu Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Fardiaz, Srikandi, (1992), Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muchtadi, Tien, (1992), Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wardhanu, A. P., (2009), Yakult dan Yoghurt, http://apwardhanu.wordpress.com/xmlrpc.php, accesed 2010/05/12.
Saleh, Eniza, (2004) Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak, Jurnal USU Digital Library.
SNI, (1992), Yoghurt, Departemen Perindustrian RI.
Susilorini, dkk, (2006), Produk Olahan Susu, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar