Senin, 19 Agustus 2013

Time and Motion Study


Pada awalnya time dan motion study digunakan hanya untuk hal-hal yang sangat spesifik dan dalam ruang lingkup yang sangat sempit. Kedua bidang studi tersebut pertama kali ditemukan dan dikembangkan masing-masing oleh Frederick Taylor untuk Time study dan Gilbreths untuk Motion study yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja perusahaannya. Walaupun dikembangkan dan ditemukan dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, pada awalnya hanya time study dan penurunan insentif upah buruh yang lebih berkembang dibandingkan dengan motion study. Keinginan untuk mendapatkan metode kerja yang lebih baik menggema pada kurun waktu 1930an yang kemudian mengakibatkan perkembangan keilmuan teknik industri untuk mengkombinasikan time study dengan motion study yang dapat menghasilkan metode kerja yang lebih baik dan lebih dekat dengan kata ideal.
 Motion study and time study adalah suatu pembelajaran sistematis dari sistem kerja dengan tujuan mengembangkan sistem dan metode yang lebih baik. Dalam perkembangannya kemudian keduanya dipandang sebagai suatu kesatuan yang dikenal dengan nama ”Time and Motion Study” atau studi waktu dan gerakan. Istilah lain yang kemudian hari kerap juga digunakan untuk hal ini adalah Methods Engineering. Pada tahap awal dari Methods Engineering adalah menentukan estimasi waktu yang akan dikerjakan oleh pekerja dalam menjalankan tugas pada suatu stasiun kerja.
Time and Motion Study dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja. Metode yang digunakan dalam penentuan kebutuhan tenaga kerja (helper) ini adalah dengan menggunakan metode pengukuran waktu jam henti. Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Prinsip dari metode ini adalah pengukuran waktu dimana waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Sebelum melakukan pengukuran waktu terlebih dahulu menguraikan pekerjaan menjadi elemen-elemen atau stasiun kerja, kemudian memilih helper untuk menghitung waktu kerjanya. Helper yang dipilih merupakan pegawai yang memiliki kemampuan rata-rata dalam pekerjaannya, yaitu tidak terlalu lambat ataupun terlalu cepat. Pengukuran waktu yang digunakan adalah dengan teknik pengukuran langsung yaitu pengukuran waktu kerja yang dilakukan oleh peneliti secara langsung ditempat objek penelitian.
 

Senin, 05 Agustus 2013

Teknologi Pengolahan Pangan (Saeurkrout Wortel)



I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Tujuan Percobaan, dan  (3) Prinsip Percobaan.
1.1. Latar Belakang
Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi yang biasanya berwarna jingga atau putih dengan tekstur serupa kayu. Bagian yang dapat dimakan dari wortel adalah bagian umbi atau akarnya. Wortel adalah tumbuhan biennial (siklus hidup 12 - 24 bulan) yang menyimpan karbohidrat dalam jumlah besar untuk tumbuhan tersebut berbunga pada tahun kedua. Batang bunga tumbuh setinggi sekitar 1 m, dengan bunga berwarna putih (Anonim, 2010).
Salah satu sifat sayuran adalah cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya penanganan lepas panen. Untuk memperpanjang umur simpannya dapat dilakukan dengan berbagai pengolahan, misalnya acar, saeurkraut, sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain. Sayuran ini diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagai zat pengawetnya. Proses pembuatanya sebenarnya tidak berbeda jauh berbeda dengan sayur asin, hanya saja sayurannya setelah layu diiris tipis-tipis (Buckle, 2007).
Garam digunakan manusia sebagai salah satu metoda pengawetan pangan yang pertama dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Garam digunakan secara luas dalam pengawetan produk-produk sayuran, dimana mentimun, kubis dan bawang merupakan contoh-contoh yang penting dimasyarakat barat. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging dan bahan pangan lainnya di indonesia.
Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroba pembusuk atau proteollitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%)
(Buckle, 2007).
Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh racunnya. Beberapa organisme seperti bakteri halofilik dapat tumbuh dalam larutan garam yang hampir jenuh, tetapi mikroorganime ini membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan.
1.2. Tujuan Percobaan                                                                                            
Tujuan percobaan pembuatan sauerkraut adalah untuk mengawetkan produk sayuran sehingga dapat memperpanjang umur simpan sayur dengan cara memberikan garam sebagai pengawet. Selain itu untuk menjamin agar sayuran tiap saat ad dalam berbagai pilihan baik segar, utuh maupun telah diolah.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan pembuatan sauerkraut adalah berdasarkan pada pengirisan sayuran dan dicampur dengan sejumlah garam yang kemudian difermentasi selama 1 minggu sehingga terbentuk asam laktat oleh bakteri asam laktat.

II BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Bahan-bahan yang Digunakan,
(2) Alat-alat yang Digunakan dan (3) Metode Percobaan.
2.1. Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain wortel dan garam.
2.2. Alat-alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah timbangan, jar, pisau, plastik, piring, talenan dan alat inkubasi.
2.3. Metode Percobaan
2.3.1. Deskripsi Percobaan
1. Wortel yang akan digunakan dibersihkan dengan cara dicuci dengan air bersih.


 





Gambar 1. Pencucian
2. Setelah wortel bersih kemudian diiris-iris tipis, sehingga membentuk seperti batang korek api.

 





Gambar 2. Pengirisan
3. Irisan wortel kemudian dicampurkan dengan garam dengan cara diaduk hingga merata.




Gambar 3. Pencampuran
4. Setelah irisan wortel dicampurkan dengan garam kemudian disusun dalam jar. Jar yang digunakan sebelumnya disterilisasi dengan cara direbus dalam air mendidih. Pengisisn jar harus benar-benar rapat sehingga tidak ada ruang.


 





Gambar 4. Sterilisasi Jar
 





Gambar 5. Pengisian Irisan Wortel pada Jar
5. Wortel yang telah dikemas dalam jar kemudian difermentasi pada suhu 27oC selama 1 minggu.
6. Setelah difermentasi, dihasilkan saeurkrout kemudian dipisahkan antara padatan dengan cairannya, kemudian ditimbang hasilnya dan diamati.







2.3.2. Diagram Alir
Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Sauerkrout Wortel

III HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahasa mengenai: (1) Hasil Pengamtan dan
(2) Pembahasan.
3.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamtan Pembuatn Sauerkraurt Wortel
No.
Analisa
Hasil
1.
Nama Produk
Sauerkraurt Wortel
2.
Basis
150 gram
3.
Bahan Utama
Wortel
4.
Bahan Tambahan
Garam
5.
Berat Produk
145 gram
6.
Persen Produk
96,67 %
7.
Organoleptik
7.1. Rasa
7.2. Warna
7.3. Tekstur
7.4. Aroma
7.5.Penampakan

Asam
Orange kusam
Lembek
Asam menyengat
Tidak menarik
8.
Gambar Produk








Sumber: Kelompok III, Meja 3, (2010).
3.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan didapat bahwa sauerkraurt wortel dari berat basis 150 gram menghasilkan berat produk sebanyak 145 gram dengan persen produk 96,67%.
Sauerkraut adalah suatu produk sayuran dengan menggunakan bahan garam serta diawetkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu sayur asin atau disebut juga dengan saeurkraut dalam proses pengolahannya adalah konsentrasi garam, suhu, dan lama fermentasi, jenis mikroba fermentasi dan mutu bahan baku atu kebersihan alat yang digunakan (Netti, 1999).
Tabel 2. Syarat Mutu Sauerkraut dalam Kemasan
No
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1.

2.







3.


4.
5.






6.
7.




8.
9.
Keadaan kemasan sebelum dan sesudah pengeraman
Keadaan :
2.1 Bau

2.2 Rasa

2.3 Warna

2.4 Tekstur normal
Bahan-bahan asing (pasir, tangkai dan bongkol ati yang tidak terpotong, serangga)
Bobot tuntas,
Jumlah asam dan asam yang mudah menguap
5.1 asam total (dihitung sebagai      asam laktat)
5.2 asam yang mudah menguap (dihitung ebagai asam asetat),

NaCl,
Cemaran logam :
7.1 timbal (Pb),
7.2 tembaga (Cu),
7.3 seng (Zn),
7.4 timah (Sn),
Arsen (As),
Cemaran mikroba,
Angka lempeng total













% b/b


% b/b

% b/b


% b/b

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Koloni/g
Normal


Normal dan khas sauerkraut
Normal dan khas sauerkraut
Normal dan khas sauerkraut


Tidak boleh ada
min 60



1 – 2

maks. 0,3


maks. 2,5
maks. 10,0
maks. 30,0
maks. 40,0
maks. 40,0/250*)
maks. 2,0
maks. 2,0
maks. 1,0 x 102

Sumber : Standar Nasional Indonesia (1992)
Dilihat dari SNI sayerkraout  yang dihasilkan tidak memnuhi syarat berdasarkan keadaan dari produk yaitu pada produk yang dihasilakan warnanya kusam, baunya sudah tidak khas wortel lagi, dan teksturnya lembek.
Sauerkraut (kol asam) adalah makanan Jerman dari kubis yang diiris halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillus dan Pediococcus. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi (Anonim, 2010).
 Sayuran ini diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagi zat pengawetnya. Proses pembuatannya sebenarnya tidak begitu jauh berbeda dengan sayur asin, hanya saja sayurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Tujuan pengolahan ini selain mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran itu (Anonim, 2010).
Pada proses pembuatan sauerkraut ditambahkan garam, dimana garam memiliki peranan penting dalam fermentasi asam laktat. Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayur-sayuran. Zat gizi tersebut (terutama gula) melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang telah terdapat dipermukaan sayuran. Selain itu garam bersama-sama dengan asam yang dihasilkan dalam fermentasi asam laktat menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan sayuranyang disebabkan oleh kerja enzim. Hal ini juga disebutkan bahwa garam ,menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri yang tidak diinginkan dalam fermentasi asam laktat seperti proteolitik, bakteri pembentuk spora yang aerob dan anaerob dan adanya penambahan garam dalam fermentasi asam laktat akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Konsentrasi garam yang cukup akan memungkinkan pertumbuhan bakteri asam laktat (Netti, 1999).
Fermentasi sayur-sayuran alamiah lainnya dengan adanya garam, garam ini akan menghambat organisme pembusuk dan memungkinkan pertumbuahan berikutnya dari penghasil-penghasil asam utama seperti Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cerevisiae, Lactobacillus plantarum. Keluarnya karbondioksida yang cepat selama tahap permulaan dari fermentasi memberikan kondisi anaerobik untuk organisme-organisme yang diinginkan. Kadar asam antara 1,5 - 1,7 % sudah cukup dilihat dari segi organoleptik, tetapi pemanasan dibutuhkan untuk stabilitas terhadaap mikroorganisme selama penyimpanan (misalnya dalam kaleng atau tutup botol tertutup (Buckle, 2007).
Dalam fermentasi asam laktat, glukosa dioksidasi menjadi asam fosfofenol piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam piruvat dan kemudian dirubah kembali menjadi asam laktat melalui proses oksidasi reduksi dengan menggunakan DPNH + H+ sebgai donor elektron (Winarno, 1992).
Pembusukan saeurkraut dapat disebabkan karena pertumbuhan kapang dan khamir. Sedangkan penyimpanan cita rasa produk yang dihasilakan oleh proses fermentasi berjalan secara abnormal, yang mempengaruhi faktor terjadinya perubahan cita rasa adalah suhu, kadar garam dan laju fermentasi (Netti,1999).
Kecepatan fermentasi turut dipengaruhi oleh kasar medium. Pada umumnya makin tinggi konsentrasi garam makin lambat proses fermentasi. Untuk fermentasi pendek sebaiknya digunakan larutan garam 5-10% garam agar laju fermentasi berkisar antara sedang dan cepat. Laju fermentasi yang lambat pada 600C (15% garam) umumnya digunakan pada pembuatan mentimun asin secara komersial, karena produk yang diperoleh lebih keras dan mutunya lebih baik. Konsentrasi medium melebihi 20% tidak dianjurkan karena menghasilkan produk yang keriput dan menyebabkan bakteri yang tumbuh adalah bakteri halofilik atau bahkan fermentasi tidak berlangsung sama sekali (Setianto, 2009).
Produk sauerkraout mmeiliki daya simpan yang panjang, selain karena penambahan garam, dipengaruhi juga oleh bakteri asam laktat yang ada selam proses fermentasi. Produk fermentasi memiliki cita rasa yang khas yang lebih disukai dan mengalami peningkatan kandungan gizi. Selain itu sayur yang difermentasi dapat menghambat P. aeruginosa dan S. aureus yang merupakan bakteri patogen.

IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan didapat bahwa sauerkraurt wortel dari berat basis 150 gram menghasilkan berat produk sebanyak 145 gram dengan persen produk 96,67%.
4.2. Saran
Sebaiknya saat dilakukan proses pengirisan mentimun harus menggunakan pisau yang bersih dan tidak berkarat agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diinginkan serta pengisian sayur ke dalam jar ukurannya harus disesuaikan dan tidak boleh ada celah yang kosong supaya tidak ada udara yang akan terperangkap di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2010), Sauerkraout, http://www.wikipedia.org/wiki/sauerkraout, accesed 2010/05/01.
Buckle, K.A, (2007), Ilmu Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Netti Winarni, (1999), Pengaruh Penambahan Garam, L acidophillus, garam+L. Acidophillus dan lama Fermentasi terhadap pembuatan Saeurkraut kubis, Teknologi Pangan Unpas, Bandung.
Setianto, (2009), Saeurkrauot, diambil dari http://www.scribd.com/doc/24061691/TBS-LapoRan, accesed 2010/05/01.
Winarno, F.G., (1992), Kimia Pangan dan Gizi, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.